Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari HAM dan Keraguan atas Komitmen Jokowi Tuntaskan Kasus HAM Berat...

Kompas.com - 10/12/2019, 18:13 WIB
Dani Prabowo,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Upaya penyelesaian kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berjalan lambat. Janji Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan sejumlah kasus pelanggaran HAM pada periode pertama pemerintahannya pun tak benar-benar terealisasi.

Publik justru kian meragukan keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan kasus-kasus tersebut, di tengah klaim pemerintah yang menyatakan sebagian kasus telah selesai. Meski masih dalam jumlah kecil.

Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan, dari 15 kasus pelanggaran HAM yang ditangani Kejagung, saat ini baru tiga kasus yang telah selesai, yaitu kasus Timor Timur tahun 1999, kasus Tanjung Priok 1984 dan peristiwa Abepura 2000.

Sedangkan, delapan dari 12 kasus yang belum selesai terjadi sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kasus itu meliputi Peristiwa 1965, penembakan misterius (petrus), Trisakti, Semanggi I dan II tahun 1998.

Kemudian, penculikan dan penghilangan orang secara paksa, peristiwa Talangsari, peristiwa Simpang Kertas Kraft Aceh (KKA), peristiwa Rumah Gedong tahun 1989, serta peristiwa dukun santet, ninja dan orang gila di Banyuwangi tahun 1998.

Sementara, empat lainnya terjadi setelah UU Pengadilan HAM terbit yaitu peristiwa Wasior, Wamena, dan Paniai di Papua serta peristiwa Jambo Keupok di Aceh.

“Tahap penanganan perkara HAM yang telah dilakukan 12 perkara hasil penyelidikan Komnas Ham telah dipelajari dan diteliti, hasilnya baik persyaratan formil, materiil, belum memenuhi secara lengkap,” kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada 7 November 2019 lalu.

Baca juga: Dari 15 Kasus Pelanggaran HAM Berat, Hanya 3 Perkara yang Tuntas

Ada sejumlah hal, menurut dia, yang membuat pengusutan kasus pelanggaran HAM sulit dilakukan. Mulai dari sulitnya memperoleh alat bukti karena tempus delicti sudah lama, locus delicti sudah berubah, hingga alat bukti yang hilang.

Di lain pihak, pengusutan kasus pelanggaran HAM berat tunduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Aturan KUHAP disebutkan, keterangan seorang saksi tidak dapat menjadi alat bukti kecuali didukung alat bukti lain seperti keterangan ahli forensik, hasil uji balistik, dan dokumen terkait lainnya.

Hambatan lainnya yakni belum dibentuknya pengadilan HAM ad hoc. Padahal, berdasarkan UU 26/2000, kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum tahun 2000, diperiksa dan diputus oleh pengadilan HAM ad hoc.

Baca juga: Jaksa Agung Ungkap Hambatan Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu

Sementara itu, Staf Divisi Pemantauan Impunitas Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra berharap, Komnas HAM dapat lebih aktif dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada. Ia pun merujuk ketentuan di dalam Pasal 95 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.

Dalam pasal itu, Komnas HAM dapat meminta bantuan ketua pengadilan untuk memanggil secara paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat perlu mendapatkan perhatian serius. Penyelesaian kasus ini juga harus dilakukan melalui mekanisme peradilan agar rasa keadilan dapat ditegakkan.

"Untuk penyelesaian kasus yang lebih berkeadilan, kami mendesak agar Komnas HAM segera menyikapi hasil survei Litbang Kompas dengan menjadikan hasil survei tersebut sebagai basis argumen kepada presiden, untuk mendorong penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara berkeadilan," ujar Dimas di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Survei Litbang Kompas: 99,5 Persen Responden Ingin Kasus HAM Tuntas Lewat Pengadilan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com