Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berdasarkan Undang-undang, Bisakah Koruptor Dihukum Mati?

Kompas.com - 09/12/2019, 18:55 WIB
Dani Prabowo,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

Kompas TV Prajurit TNI yang memutilasi pacarnya sendiri menghadapi sidang perdana di Pengadilan Militer 1-04 Palembang, Sumatera Selatan. Terdakwa terus menangis sepanjang persidangan. Prada Deni Permana terus menangis sepanjang sidang perdana kasus pembunuhan kekasihnya di Pengadilan Militer 1-04 Palembang. Sidang terbuka untuk umum yang dipimpin hakim ketua Letkol Muhammad Hasyim ini beragendakan pembacaan dakwaan dan mendengar keterangan para saksi. Sebanyak 8 saksi dari keluarga korban dan keluarga pelaku dihadirkan dalam sidang ini untuk dimintai keterangan. Dalam dakwan oditur, terdakwa didakwa dengan pasal 338 dan 340 tentang pembunuhan berencana karena membunuh kasir minimarket yang tak lain adalah kekasihnya. #PrajuritTNI #Mutilasi

Sedangkan di dalam ayat (2) dijelaskan yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

Pengamat hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad mengatakan, dalam Pasal 2 memang disebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan korupsi atas dana bencana alam.

Hukuman tersebut diberikan sebagai bentuk pemberatan kepada pelaku.

"Jadi logikanya sudah dana bencana alam kok dikorupsi. Jadi misalnya satu tempat disalurkan dana, dana itu dikorup itu bisa kena hukuman mati,” kata Suparji saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/12/2019).

Baca juga: Hari Antikorupsi Sedunia, Jaksa Agung Paparkan Capaian Lembaganya

Selain korupsi dana bencana, hukuman mati juga bisa diterapkan kepada mereka yang melakukan perbuatan berulang atau korupsi pada saat negara terjadi krisis moneter.

“Krismon atau krisis keuangan itu kena juga,” ujarnya.

Namun, ia menambahkan, belum dilaksanakannya eksekusi mati terhadap koruptor lantaran hukuman itu tidak menjadi hukuman pokok di dalam KUHP, melainkan masih dilakukan secara selektif. Sehingga, jatuh atau tidaknya vonis mati berada di tangan majelis hakim.

Selain itu, vonis hukuman masih hingga kini masih menjadi perdebatan. Sebab, pada dasarnya pemberian hukuman kepada terpidana ditujukan agar mereka teredukasi atau menyadari kesalahan yang telah dilakukan.

Sejauh ini, pengadilan memang belum pernah menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi. Namun, paling tidak ada tiga koruptor yang dijatuhi hukuman maksimum yaitu seumur hidup.

Mereka adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, pengusaha Adrian Waworuntu, dan Brigjen Teddy Hernayadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Jokowi dan Gibran Disebut Bukan Bagian PDI-P, Kaesang: Saya Enggak Ikut Urusi Dapurnya

Nasional
Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Helikopter Panther dan KRI Diponegoro Latihan Pengiriman Barang di Laut Mediterania

Nasional
Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Kaesang Sebut PSI Sudah Kantongi Bakal Calon Gubernur DKI Jakarta

Nasional
Hasto: Di Tengah Panah 'Money Politic' dan 'Abuse of Power', PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Hasto: Di Tengah Panah "Money Politic" dan "Abuse of Power", PDI-P Masih Mampu Jadi Nomor 1

Nasional
Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Jokowi Suntik Modal Hutama Karya Rp 18,6 T untuk Pembangunan Tol Sumatera

Nasional
Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Ke Kader yang Akan Ikut Pilkada, Megawati: Kalau Bohong, Lebih Baik Tidak Usah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com