Sedangkan di dalam ayat (2) dijelaskan yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Pengamat hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Achmad mengatakan, dalam Pasal 2 memang disebutkan bahwa hukuman mati dapat dijatuhkan kepada pelaku yang melakukan korupsi atas dana bencana alam.
Hukuman tersebut diberikan sebagai bentuk pemberatan kepada pelaku.
"Jadi logikanya sudah dana bencana alam kok dikorupsi. Jadi misalnya satu tempat disalurkan dana, dana itu dikorup itu bisa kena hukuman mati,” kata Suparji saat dihubungi Kompas.com, Senin (9/12/2019).
Baca juga: Hari Antikorupsi Sedunia, Jaksa Agung Paparkan Capaian Lembaganya
Selain korupsi dana bencana, hukuman mati juga bisa diterapkan kepada mereka yang melakukan perbuatan berulang atau korupsi pada saat negara terjadi krisis moneter.
“Krismon atau krisis keuangan itu kena juga,” ujarnya.
Namun, ia menambahkan, belum dilaksanakannya eksekusi mati terhadap koruptor lantaran hukuman itu tidak menjadi hukuman pokok di dalam KUHP, melainkan masih dilakukan secara selektif. Sehingga, jatuh atau tidaknya vonis mati berada di tangan majelis hakim.
Selain itu, vonis hukuman masih hingga kini masih menjadi perdebatan. Sebab, pada dasarnya pemberian hukuman kepada terpidana ditujukan agar mereka teredukasi atau menyadari kesalahan yang telah dilakukan.
Sejauh ini, pengadilan memang belum pernah menjatuhkan hukuman mati bagi terpidana kasus korupsi. Namun, paling tidak ada tiga koruptor yang dijatuhi hukuman maksimum yaitu seumur hidup.
Mereka adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, pengusaha Adrian Waworuntu, dan Brigjen Teddy Hernayadi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.