Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penjelasan Kejaksaan Agung soal Isu Penyusutan Nilai Aset First Travel

Kompas.com - 29/11/2019, 15:05 WIB
Devina Halim,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung menjelaskan perihal isu berkurangnya aset perusahaan perjalanan umrah First Travel selama persidangan.

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung Mukri menegaskan bahwa tidak ada penyusutan maupun pengurangan aset First Travel.

Mukri menuturkan, total kerugian 63.000 jamaah yang gagal diberangkatkan First Travel yaitu sebesar Rp 900 miliar.

Namun, jumlah aset First Travel yang berhasil disita diperkirakan bernilai sekitar Rp 40 miliar.

Baca juga: Menteri Agama Bakal Bantu Korban First Travel Ibadah Haji

"Tidak benar kalau ada aset katakanlah menurun atau berkurang sampai ratusan miliar, apalagi sampai hilang," ungkap Mukri di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Jumat (29/11/2019).

"Yang benar adalah korban dari peristiwa ini menderita (kerugian) sekitar Rp 900 miliar sementara aset First Travel yang berhasil disita kalau dikalkulasikan paling hanya sekitar kurang lebih Rp 40 miliar," sambungnya.

Total Rp 40 miliar aset milik First Travel tersebut dihitung berdasarkan nilai perkiraan.

Kejaksaan Agung, katanya, tidak mengetahui perihal aset lain yang dimiliki First Travel. Menurutnya, hal itu merupakan tugas penyidik.

Baca juga: Setelah MA Putuskan Barang Bukti First Travel Dirampas Negara...

Dalam kasus ini, Mukri mengatakan bahwa jaksa hanya bertugas sebagai penuntut umum dan eksekutor.

Aset-aset yang telah disita dari First Travel diserahkan oleh penyidik kepada penuntut umum.

"Pada proses penyidikan itu dilakukan penyitaan terhadap aset First Travel-nya ya seperti itu. Seperti itulah yang kemudian diserahkan kepada penuntut umum dari penyidik," kata dia.

Setelah itu, aset-aset tersebut dijadikan barang bukti untuk persidangan dan masuk dalam putusan, hingga akhirnya dieksekusi.

Baca juga: Kejagung Tunggu Putusan PK yang Diajukan Pihak First Travel Terkait Aset

Ia pun mengaku tidak tahu perihal selisih uang tersebut. Mukri mengatakan bahwa hal itu seharusnya ditanyakan kepada terpidana yaitu pihak First Travel.

"Kalau ditanya ke mana sisanya, tanya sama yang melakukan penipuan, penggelapan di sana, terpidananya," ucap Mukri.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) menguatkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Tinggi Bandung dalam perkara First Travel.

Dalam putusan Nomor 3096 K/Pid.Sus/2018 Tahun 2019 yang dibacakan pada 31 Januari 2019, majelis hakim yang dipimpin Andi Samsan Nganro memutuskan agar barang bukti yang disita dalam perkara tersebut dirampas untuk negara.

Kompas TV Keuntungan berlipat yang kerap ditawarkan oleh lembaga investasi bodong masih saja menjadi magnet yang ampuh untuk menarik investor. Kehati-hatian masyarakat dalam memilih lembaga investasi pun diperlukan agar tidak semakin banyak orang yang menjadi korban penipuan investasi. Apa saja yang patut kita waspadai dan bagaimana pula peran negara dalam mengawal praktik investasi yang sehat bagi masyarakat, kita akan bahas bersama narasumber di studio, Kepala Satuan tugas waspada investasi otoritas jasa keuangan, tongam lumban tobing , dan plt kepala biro humas kemenkominfo, ferdinandus setu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Bakal Cek Tabung Gas, Zulhas: Benar Enggak Isinya 3 Kilogram?

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com