Sesuai Pasal 10 UU tersebut, dalam menjalankan pemerintahan, gubernur dibantu wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Titi mengatakan, tidak adanya pemilihan wali kota dan bupati di DKI Jakarta lantaran enam wilayah kabupaten/kota yang ada di DKI Jakarta bukanlah wilayah otonom, melainkan wilayah administratif. Selain itu, di setiap kabupaten/kota juga tidak terdapat DPRD.
“(Karena) dia tidak ada pemilihan DPRD, sehingga kepala daerahnya sifatnya penunjukkan,” ujar Titi.
Baca juga: Mungkinkah Pilkada Bakal Dikembalikan ke DPRD?
Adapun mekanisme penunjukkan bupati dan walikota diatur di dalam Pasal 19 UU tersebut. Jabatan itu dapat diisi pegawai negeri sipil yang diangkat gubernur atas pertimbangan DPRD.
Berlawanan dengan DKI Jakarta, bupati dan wali kota di Yogyakarta harus melewati pemilihan kepala daerah langsung agar dapat dipilih. Namun, untuk posisi gubernur dan wakil gubernur, ada syarat khusus yang harus dipenuhi.
Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta, posisi gubernur dan wakil gubernur telah diatur secara tegas harus dipegang oleh seorang Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam.
Keistimewaan itu diatur di dalam Pasal 8 ayat (1), yang menyebutkan bahwa DIY memiliki bentuk dan susunan pemerintah yang bersifat istimewa.
Adapun di dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c disebutkan calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat bertakhta sebagai Sultan Hamengku Buwono untuk calon gubernur dan bertakhta sebagai Adipati Paku Alam untuk calon wakil gubernur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.