JAKARTA, KOMPAS.com - Sebanyak 48 perempuan warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pekerja migran Indonesia (PMI) secara ilegal.
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pun menangkap enam tersangka terkait kasus tersebut, pada Rabu (28/10/2019).
Wakil Direktur Tidak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Agus Nugroho mengatakan, kasus ini berawal dari laporan masyarakat mengenai keberadaan sejumlah perempuan di sebuah rumah di daerah Ceger, Jakarta Timur.
"Dari hasil penyelidikan, kami bisa memastikan bahwa di rumah tersebut benar ada 48 perempuan," ungkap Agus saat konferensi pers di gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2019).
Baca juga: Sulitnya Pulangkan 2 Warga Karawang Korban Perdagangan Orang di Irak
Rinciannya, mereka berasal dari Jawa Barat, Cianjur, Purwakarta, Sukabumi, Majalengka, Lampung, Lombok, Samarinda, dan NTT.
Seluruh korban rencananya diberangkatkan ke Abu Dhabi dan Arab Saudi untuk dipekerjakan sebagai asisten rumah tangga.
Mereka diberangkatkan melalui perusahaan yang berinisial PT HKN. Bangunan tempat para korban ditampung juga merupakan milik PT HKN.
Baca juga: 40 WNI Jadi Korban Perdagangan Orang dengan Modus Kuliah Sambil Kerja di Taiwan
Keenam tersangka yang diamankan termasuk para petinggi perusahaan dan pegawai di rumah tersebut.
Tersangka AR merupakan direktur utama PT HKN sebagai sponsor atau perekrut, AC berperan sebagai bendahara, dan AW sebagai koordinator para sponsor.
Kemudian, tersangka AMR berperan membantu membuat paspor, TK yang menyiapkan tiket, serta MM merupakan penjaga asrama.
Baca juga: Kementerian PPPA: 70 Persen Korban Perdagangan Orang Itu Anak dan Perempuan
Agus mengatakan bahwa modus para pelaku adalah dengan menjanjikan pekerjaan dengan gaji yang tinggi.
"Modus operandinya kurang lebih sama dengan yang terdahulu. Mereka bujuk rayu keluarga, para calon PMI, menjanjikan pekerjaan dengan gaji yang cukup menjanjikan, bekerja di Arab Saudi, Abu Dhabi, sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji Rp 5 juta per bulan atau 1.200 Riyal," ujarnya.
Dari para pelaku, polisi menyita 25 buah paspor, 25 buah visa, dan 25 tiket yang telah dicetak.
Baca juga: Ibu Rumah Tangga Terlibat Perdagangan Orang, Ubah Dokumen Calon TKI
Para tersangka dijerat dengan Pasal 4 jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan TPPO. Ancaman penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp 600 juta.
Kemudian, Pasal 86 Undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Ancaman penjara maksimal adalah 5 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 15 miliar.