Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
 DR Azis Syamsuddin
Wakil Ketua DPR RI

Penulis adalah Wakil Ketua DPR RI

Waspada Perubahan Wajah Terorisme

Kompas.com - 18/10/2019, 17:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor M Latief

KOMPAS.com - Aksi penyerangan Menkopolhukam Wiranto yang terjadi Kamis (10/10/2019) di Pandegelang, Banten, adalah peristiwa serius yang perlu menjadi keprihatinan bersama.

Secara historis, peristiwa itu mengingatkan kita pada tragedi Bom Cikini pada 1957 silam yang menargetkan Presiden RI Soekarno. Dan memang, dalam beberapa dekade terakhir tidak terdengar adanya upaya pembunuhan terhadap pejabat tinggi negara yang cukup berhasil seperti menimpa Menkopolkam Wiranto.

Selain itu, hal paling mencengangkan dari peristiwa di Pandegelang itu adalah efektifitas dan akurasi aksinya. Hanya dengan satu atau dua pelaku, dengan senjata seadanya (pisau kecil), aksi mereka sudah mampu menembus target high profile sekelas Menkopolkam.

Artinya, ada lompatan metodologi aksi dari para pelaku teror yang tak bisa dianggap remeh.

Dalam kerangka itu, ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian kita bersama. Pertama, Standard operational procedure (SOP) dari sistem pengamanan pejabat negara. Sebab, cukup mengherankan seorang pelaku pembunuhan bisa demikian mudah merangsek masuk ke dalam parimater pengamanan dan mendekati pejabat tinggi setingkat Mekopolkam yang seharusnya mendapat sistem pengamanan VVIP.

Kedua, kemampuan deteksi dini aparat keamanan, seperti kepolisian, BIN dan khususnya Densus 88. Padahal, Undang-Undang anti-Terorisme yang baru (UU No. 5 Tahun 2018) sudah memungkinkan bagi mereka untuk melakukan pencegahan lebih dini terhadap ancaman terorisme.

Ketiga, dan ini mungkin yang terpenting, kita harus kembali meninjau skema besar strategi penanggulangan terorisme di Negara kita. Sebab, setelah hampir 20 tahun negara ini melakukan perang terhadap terorisme, ancaman teror terus berkembang dengan pola dan metodologi aksi yang terus berubah.

Ya, bahkan beberapa di antaranya sudah berhasil melakukan lompatan metodologi yang cukup signifikan.

Terduga teroris ditunjukan saat gelar barang bukti pengungkapan terorisme di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/10/2019).KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Terduga teroris ditunjukan saat gelar barang bukti pengungkapan terorisme di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/10/2019).
Evolusi teror

Dalam satu tahun ini saja dunia sudah menyaksikan setidaknya dua aksi terorisme yang cukup mencengangkan. Pertama, aksi terorisme yang terjadi di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru, Jumat (15/3/2019) lalu, yang menewaskan sekitar 50 orang.

Kedua, aksi peledakan di sejumlah gereja dan hotel mewah di Srilanka, tepat pada Minggu Paskah (21/4/2019) lalu. Aksi itu menewaskan lebih dari 400 orang.

Ditinjau dari motifnya, masing-masing pelaku dalam aksi tersebut adalah penganut ideologi keagamaan paling ekstrem di dunia. Pelaku aksi teror di Srilanka adalah National Tawheed Jama'ut (NTJ), yakni kelompok Islam radikal di Sri Lanka.

NTJ diketahui sebagai salah satu pendukung ISIS yang cukup militan. Bila di masa lalu Macan Tamil hanya kelompok separatisme yang ingin memisahkan diri dari Srilanka, NTJ justeru ingin mendirikan negara Islam di negara yang mayoritas penduduknya etnis Sinhala yang sebagian besar beragama Budha.

Adapun pelaku teror di Selandia Baru adalah seorang warga negara Australia dan penganut rasisme yang ingin menegakkan supremasi ras kulit putih (white supremacy). Dia menggabungkan narasi kemenangan Charles Martel dalam pertempuran Tours pada 739 M dengan narasi kecemasan yang dirasakan sebagian warga kulit putih di seluruh dunia sekarang.

Lompatan metodologis

Dilihat dari metodologinya, aksi yang dilakukan oleh kelompok NTJ di Srilanka terbilang sangat mengejutkan. Kelompok ini terbilang sangat kecil dan masih amatir.

Banyak pakar terorisme di dunia yang meragukan kemampuan NTJ dalam melancarkan aksi teror tersebut. Alasannya, aksi tersebut sangat kolosal, terorganisir, terstruktur, senyap, dan tepat sasaran. Itu hanya mungkin dilakukan oleh kelompok profesional, berpengalaman dan didukung oleh pemodal kuat.

Analis kontra terorisme asal Texas, Amerika Serikat, Scott Stewart, bahkan menduga kuat adanya bantuan pihak luar atas aksi tersebut. Dengan kata lain, kasus terorisme yang terjadi di Srilanka menyajikan satu kemungkinan bahwa ada jejaring kejahatan profesional dunia yang menggunakan kelompok-kelompok ekstrem lokal untuk melancarkan aksinya.

Bila dugaan itu benar, Srilanka bisa katakan tidak beruntung. Karena bukan tak mungkin, setiap negara, termasuk Indonesia akan menjadi sasaran selanjutnya.

Sama halnya dengan di Sri Lanka, ditinjau dari aspek metodologi aksi, jelas ada yang baru dari peristiwa yang terjadi di Selandia baru. Tanpa kita sadari, telah terjadi sintesis antara tindak kejahatan terorisme tersebut dengan gaya hidup kontemporer.

Betapa tidak, sang pelaku yang bernama Breton Tarrant itu merekam aksinya melalui video dan kemudian diunggah ke media sosial miliknya. Dalam video tersebut dia mendemonstrasikan secara dingin sebuah petualangan gila layaknya sebuah game.

Sebagaimana kita tau, game dan media sosial adalah dua instrumen populer di era digital saat ini. Media sosial digunakan hampir semua orang.

Instrumen itu dianggap sangat efektif mengangkat populisme, sedangkan game adalah gaya hidup yang sangat dekat dengan generasi milenial yang hidup di era ini. Keduanya digunakan oleh pelaku teror untuk mengamplifikasi pesannya sehingga meskipun dilakukan sendirian di salah satu tempat terpencil, efek terornya bisa langsung menyebar ke seluruh dunia. Ini jelas sebuah lompatan metodologis luar biasa!

Melawan ideologi kebencian

Berkaca pada kasus terorisme global yang terjadi dalam satu tahun terakhir, baik di Sri Lanka, Selandia Baru, maupun di Pandeglang tempo hari, agaknya kita perlu untuk lebih waspada terhadap evolusi kelompok terorisme ini.

Selain soal lompatan metodologi aksi dan ideologi kebencian yang menjadi sumber inspirasi aksi mereka, hal yang jauh lebih perlu dicemaskan oleh para stakeholder dunia adalah efek lanjutan dari metamorfosa aksi teror luar biasa ini; yaitu kecemasan yang bersifat global.

Tentu, akan berbahaya, ketika para tokoh atau pemimpin negara membaca fenomena aksi terorisme yang berkembang akhir-akhir ini dengan cara pandangan konvensional. Dalam kerangka itu, situasi global ini patut menjadi renungan kita bersama selaku warga dunia.

Bagaimanapun, siklus kekerasan ini harus dihentikan. Dalam hal ini, penulis belum bisa membayangkan konsep ideal untuk memutus daur terorisme global. Tapi, apa yang dilakukan oleh warga Selandia Baru sesaat setelah terjadi aksi terorisme di negara tersebut layak untuk ditiru.

Selandia Baru telah menunjukkan pada dunia sebuah parade cinta kasih dan orkestrasi nilai kemanusiaan bermutu tinggi. Mereka melawan kebencian, teror, dan kekerasan itu dengan cinta, toleransi dan persaudaraan yang luar biasa. Sebagaimana kita saksikan, efek teror yang umumnya menyeruak sedemikian rupa pasca peristiwa terjadi, hilang seketika.

Agaknya, untuk memutus daur hidup terorisme, ekstrimisme dan fundamentalisme, kita bisa memulai dengan memupuk toleransi, cinta dan persaudaraan seluas mungkin. Dari situlah nantinya strategi dan upaya penanggulangan terorisme secara tepat bisa dirumuskan di setiap negara.

Ya, jangan sampai kita mengulang kesalahan metodologi penanggulangan terorisme global di awal dekade 20. Jangan sampai perang melawan terorisme justeru berubah menjadi teror itu sendiri. Wallahu’alam bi sawab....

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com