JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Arteria Dahlan banyak dibicarakan di jagat media sosial. Publik di internet membahas perilaku Arteria saat berdebat dengan ekonom Emil Salim di acara Mata Najwa yang ditayangkan Trans 7, Rabu (9/10/2019).
Video Arteria yang dianggap bersikap kasar pada Emil Salim viral. Arteria dianggap tak pantas mempertontonkan sikap yang dianggap tak sopan kepada Emil, tokoh senior yang sudah malang melintang di pemerintahan.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, menilai, sikap yang ditunjukkan Arteria dalam acara tersebut tidak pantas dilakukan oleh pejabat publik.
Baca juga: Sebut Emil Salim Prof Sesat, Ini Penjelasan Arteria Dahlan
"Saya kira untuk kasus Arteria dan Pak Emil, publik bisa menilai bicara terbuka. Seperti itu tidak pantas untuk pejabat publik. Publically incorrect," kata Saiful kepada Kompas.com, Kamis (10/10/2019).
Saiful mengatakan, setiap pejabat publik seharusnya menunjukkan sikap baik, setidaknya ketika berbicara di masyarakat.
Lebih lanjut, kata Saiful, tindakan Arteria dapat mengurangi kepercayaan publik kepada para politisi. Padahal, bagi para politisi, kepercayaan merupakan modal karirnya.
"Karena itu pada gilirannya mendegradasi modal politik kita secara umum," ujar Saiful.
Di sisi lain Arteria membela diri. Menurutnya, apa yang dikatakannya di acara talkshow tersebut merupakan upaya untuk menyampaikan kebenaran.
"Enggak apa-apa, saya mewakafkan diri saya untuk menyatakan yang benar walau terkesan tidak populer sekalipun," kata Arteria saat dihubungi, Kamis (10/10/2019).
Arteria malah menyayangkan tokoh senior Emil Salim sengaja dipancing untuk menyampaikan hal-hal yang bukan kapasitasnya. Menurut dia, Emil Salim dimanfaatkan.
Baca juga: Dikecam karena Berlaku Kasar, Arteria Dahlan Malah Tuding Emil Salim Dimanfaatkan
"Saya hanya sayangkan seorang tokoh senior yang saya hormati, dimanfaatkan untuk mengutarakan hal-hal yang sebenarnya di luar kapasitas beliau," ujarnya.
Arteria pun enggan mengucapkan permintaan maaf kepada tokoh senior tersebut. Arteria justru meminta Emil menarik ucapannya terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan menyarankan agar membaca materi dalam UU KPK hasil revisi.
"Saya minta Prof Emil tarik ucapannya. Baca dulu dengan baik materi muatan revisi UU KPK, pahami fakta hukum dan sosial yang ada, bicara sesuai keahlian saja," ujar Arteria
Politisi PDI-P Andreas Hugo Pareira membela Artaria. Andreas beranggapan, perdebatan panas di arena seperti Mata Najwa sulit dihindari, apalagi Arteria memiliki karakter frontal, argumentatif, dan reaksioner ketika berdebat.
"Arteria Dahlan ya seperti itu orangnya, gaya bicaranya, gaya debatnya. Dalam ruang debat publik yang egaliter seperti ini memang sulit dan tak terhindarkan debat panas, apalagi berhadapan dengan seorang Arteria, yang reaktif, frontal, tetapi tetapi argumentatif," ujar Andreas kepada Kompas.com, Kamis (10/9/2019).
Baca juga: Politisi PDI-P: Arteria Dahlan Ya Seperti Itu Orangnya...
Andreas tak sependapat dengan jika Arteri dinilai kurang sopan kepada tokoh senior Emil Salim.
"Saya kira, sikap Arteria ini bukan tidak sopan kepada Pak Emil Salim, tapi lebih soal gaya dari seorang Arteria dalam berdebat memang begitu," kata Andreas.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun ikut angkat bicara. Melalui juru bicaranya, Febridiansyah, KPK membantah beberapa hal yang disampaikan Arteria dalam acara "Mata Najwa".
Diketahui, Arteria dan Emil berdebat terkait laporan tahunan KPK dan barang sitaan yang tak diserahkan ke kas negara.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, terkait laporan tahunan yang dipermasalahkan Arteria, pihaknya memastikan selalu membuat laporan tahun berisi kinerja KPK secara keseluruhan.
Febri mengatakan, laporan tahunan merupakan laporan yang wajib disampaikan KPK kepada DPR, presiden, BPK dan publik.
Laporan itu, kata dia, bisa diakses melalui laman KPK https://www.kpk.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan.
Tak hanya laporan tahunan, Febri memastikan KPK mempublikasikan laporan keuangan, laporan akuntabilitas kinerja, dan laporan pelayanan Informasi publik.
Dokumen laporan ini juga dapat diakses di website www. kpk.go.id
"Sehingga, kami memastikan jika ada pihak yang mengatakan KPK tidak membuat laporan tahunan, maka hal tersebut adalah Informasi yang tidak benar dan tidak layak dipercaya," kata dia.
Febri menyinggung pernyataan Arteria terkait barang rampasan. Ia menilai, terdapat kekeliruan pemahaman Arteria dalam membedakan barang rampasan dan barang sitaan.
"Pernyataan ini kami duga berangkat dari ketidakmampuan membedakan antara barang rampasan dengan barang sitaan," kata Febri.
Menurut Febri, Arteria keliru saat menyampaikan barang sitaan yang tidak dimasukan ke kas negara.
Febri mengatakan, penyitaan dilakukan sejak proses penyidikan, sedangkan apakah sebuah barang yang disita dapat dirampas atau tidak, hal tersebut bergantung pada putusan hakim.
Ia mencontohkan, pernyataan Arteria yang mempersoalkan penyitaan emas oleh KPK yang tidak masuk dalam kas negara.
Lebih lanjut, Febri membantah tuduhan Arteria soal KPK gadungan yang sengaja dibuat untuk menutupi tindakan melawan hukum KPK.
Kendati demikian, Febri mengakui, adanya praktik kejahatan yang membawa-bawa nama KPK. Ia menyebut, ada 403 aduan sepanjang Mei-Agustus 2019 terkait pihak-pihak yang mengaku KPK.
"Pada tahun 2018 setidaknya telah diproses 11 perkara pidana oleh Polri terkait hal tersebut dengan 24 orang sebagai tersangka," kata Febri.
Emil Salim merupakan salah satu tokoh yang diundang Presiden Jokowi ke Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (26/9/2019) menyusul polemik Undang-Undang KPK hasil revisi.
Emil diundang bersama tokoh-tokoh lainnya seperti Frans Magnis Suseno, Mahfud MD, Quraish Shihab, Azyumardi Azra Sudhamek, hingga Christen Hakim dan Butet Kartaradjasa.
Baca juga: Menyoroti Etika Politisi dari Diskusi antara Arteria Dahlan Vs Emil Salim
Emil juga dikenal sebagai guru besar Universitas Indonesia, mantan menteri di era kepemimpinan Suharto dan ekonom.
Dalam pertemuan itu, para tokoh menyarankan Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk mencabut UU KPK hasil revisi.
Kendati demikian, pertemuan yang digelar hampir 2 jam itu belum dapat memastikan apakah presiden akan mengeluarkan Perppu UU KPK atau tidak, hingga kini Presiden Jokowi belum memutuskan untuk menerbitkan Perppu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.