Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan ICW-Perludem Usulkan Jeda Waktu 10 Tahun bagi Eks Koruptor yang Ingin Ikut Pilkada

Kompas.com - 08/10/2019, 14:39 WIB
Deti Mega Purnamasari,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengusulkan memperpanjang jeda waktu hingga 10 tahun bagi mantan narapidana korupsi yang ingin maju kembali jadi kepala daerah.

Usulan itu dilakukan melalui uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut kuasa hukum ICW-Perludem Donal Fariz, alasan atas usul 10 tahun itu berkaca dari masa jabatan seorang kepala daerah yakni, 5 tahun.

Baca juga: ICW-Perludem Uji Materi UU Pilkada soal Masa Jeda Eks Koruptor Nyalon Setelah Bebas dari Penjara

Jika kepala daerah tersebut mencalonkan diri kembali dan terpilih lagi menjadi kepala daerah, akan ada waktu 10 tahun yang bisa ia jalani untuk menjabat.

"Kami juga berikan hal yang sama kalau dia melakukan kejahatan itu (korupsi). Dia menunggu selama 10 tahun atau 2 siklus pemilu sebagai masa tunggu (sebelum mencalonkan diri lagi)," ujar Donal seusai sidang perdana uji materi tersebut di MK, Selasa (8/10/2019).

Dia mengatakan, pihaknya mengajukan uji materi terhadap UU Pilkada tersebut sebagai langkah dari pencegahan politik.

Baca juga: Ajukan Uji Materi ke MK, ICW-Perludem Usul Jeda 10 Tahun bagi Eks Napi Korupsi Maju Pilkada

Pasalnya, selama ini dia menilai pencalonan kepala daerah selalu dikontrol oleh partai politik yang merusak demokrasi.

"Semestinya, menurut saya, ke depan, calon kepala daerah itu diberikan warning juga. Sekali kamu melakukan kasus korupsi, kamu akan menunggu selama 10 tahun untuk jadi calon pejabat publik," kata dia.

Oleh karena itu, dia berharap agar MK dapat memberikan putusan yang memberikan pencegahan kasus korupsi politik, khususnya kepala daerah dari uji materi yang diajukannya.

"Kami optimistis (dengan putusan MK nanti) karena putusan-putusan yang sama sebelumnya sudah ada. Misalnya yang kami kutip putusan Nomor 4 tahun 2009 yang sudah memberikan masa tunggu (eks napi korupsi bisa maju pilkada lagi)," kata dia.

Baca juga: Rancangan PKPU Tak Larang Eks Koruptor Maju Pilkada, KPU Mengaku Terlewat

Diketahui, ICW-Perludem mengajukan uji materi terhadap Pasal 7 Ayat 2 huruf g UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada ke MK.

Hal tersebut dilakukan karena pihaknya melihat Putusan MK Nomor 42 Tahun 2015 yang telah menganulir Putusan MK Nomor 4 Tahun 2009 yang sebelumnya memberi jeda waktu 5 tahun bagi mantan terpidana korupsi maju pilkada.

Putusan Nomor 42 Tahun 2015 sendiri yang menjadi dasar Pasal 7 Ayat 2 Huruf g dalam UU Pilkada, intinya tetap memberikan izin bagi mantan terpidana kasus korupsi untuk maju kembali menjadi calon kepala daerah tanpa jeda waktu.

Kompas TV Selain Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Presiden Jokowi minta DPR tunda pengesahan RUU Pertanahan, RUU Minerba, dan RUU Pemasyarakatan. “RUU Minerba, RUU Pertanahan, RUU Permasyarakatan, RUU KUHP, itu ditunda pengesahannya.” Ujar Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (23/9). Keempat RUU saat ini dalam pembahasan, bahkan siap disahkan. Presiden menilai penundaan ini penting agar DPR dan pemerintah bisa mendapat masukan dari masyarakat. Sejumlah RUU yang diminta Jokowi untuk ditunda memang mengandung sejumlah pasal kontroversial. Misal UU Pemasyarakatan terdapat pasal yang permudah bebas bersyarat napi koruptor. #RKUHP #RevisiUUKPK #DemoDPR
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com