Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Buzzer" Dinilai Berisiko Membangun Perdebatan yang Tidak Produktif

Kompas.com - 08/10/2019, 10:40 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Bayu Galih

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia Gita Putri Damayana menilai, buzzer kerapkali menyebarkan narasi yang berseberangan dengan narasi kelompok masyarakat sipil.

Menurut dia, hal itu sah-sah saja sepanjang narasi yang dibangun mereka berkualitas.

Meski demikian, ia juga melihat buzzer berisiko membangun perdebatan yang tak produktif dan tak sehat jika mereka menyebarkan narasi yang bersifat menyudutkan.

"Ketika misalnya masyarakat sipil disudutkan gitu ya, dan bukan didebat soal kontennya tapi mengarah kepada organisasi masyarakat sipilnya itu sendiri, atau malah yang diangkat yang enggak ada hubungannya, justru itu yang saya pikir diskusi yang tercipta jadi enggak produktif gitu kan," kata Gita saat dihubungi, Selasa (8/10/2019).

"Padahal debat yang sehat itu kan penting untuk demokrasi kita," ujar Gita.

Baca juga: Riuh Buzzer Jokowi...

Gita mengatakan, para buzzer dapat dengan mudah menggeser perdebatan ke hal-hal yang tidak substansial. Dengan demikian, perhatian publik akan teralihkan.

Mereka bisa melakukan itu dengan penyeragaman narasi, termasuk memutarbalikkan fakta.

"Kalau misalnya ada 6-7 orang agendanya persis sama, pake tagar, sama dan model pengondisian faktanya diputarbalikkan sedemikian rupa, itu kan kita bisa dibilang ada usaha teroraganisir, ada koordinasinya," katanya.

Meski demikian, ia pun menyayangkan fenomena buzzer disikapi pihak pemerintah dengan wacana "menertibkan", seperti yang disampaikan oleh Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko.

Baca juga: Moeldoko Ingatkan Para Buzzer, Jokowi Tak Butuh Dukungan yang Destruktif

Fenomena buzzer tidak dapat disalahkan, hanya saja publik yang harus dibuat lebih cerdas untuk memahami agenda para buzzer sehingga tidak terbawa narasi yang dibawa.

"Sementara menurut saya, buzzer itu kan bukan barang baru, sejak pilkada sudah ada, sekarang fokusnya harusnya publik dibikin lebih cerdas," kata dia.

Misalnya, kata Gita, publik sebenarnya harus memersepsikan bahwa buzzer mirip seperti pengiklan.

Mereka bukan menjual barang, melainkan ide, gagasan dan narasi. Publik harus ingat bahwa buzzer kerapkali dibayar.

"Kalau kita lihat mereka sebagai pengiklan kan kita bisa beli atau enggak gitu kan, dia kan juga berbayar. Mereka kan kadang bergerak bersama-sama kan, enggak ada bedanya juga dengan campaign iklan, bedanya yang diperdagangkan bukan barang tapi adalah ide, gagasan," kata Gita.

Baca juga: Moeldoko: Buzzer Jokowi Tak Dikomando

Selain itu, ia juga menyarankan publik mengidentifikasi siapa saja nama-nama buzzer yang kerap menjadi perhatian.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com