Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Mengaku Tak Tahu soal "Fee" untuk Urus DAK Pegunungan Arfak

Kompas.com - 23/09/2019, 16:28 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bupati Pegunungan Arfak Yosias Saroy mengaku tidak pernah dilaporkan soal adanya pengurusan commitment fee oleh mantan Plt Kadis PU Natan Pasomba demi mengurus dana alokasi khusus (DAK) pada APBN Perubahan Tahun 2017.

Yosias bersaksi untuk Natan, terdakwa kasus dugaan suap terkait DAK tersebut.

"Apakah terkait DAK APBN-P, pernah Pak Natan menyampaikan ada fee yang harus dikeluarkan agar berhasil pengusulan yang perubahan?" tanya jaksa KPK Wawan Yunarwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (23/9/2019).

"Tidak pernah," jawab Yosias.

Baca juga: Kasus Suap Dana Perimbangan Pegunungan Arfak, KPK Panggil Politisi PAN

Ia juga mengaku tak tahu Natan berkoordinasi dengan dua pengusaha bernama Nicolas Tampang Allo dan Sovian Lati Lipu untuk mengurus DAK tersebut.

Atas jawaban itu, jaksa Wawan mengingatkan bahwa Yosias sudah disumpah sebelum persidangan.

"Saudara sudah disumpah ya, sudah diingatkan, sampaikan (keterangan) yang benar. Betul tidak tahu?" tanya jaksa Wawan.

"Jujur kalau urusan itu saya tidak tahu kalau urusannya seperti pengurusan di pusat seperti apa saya tidak tahu. Kalau proposal saya tahu, saya tanda tangani, saya juga tanda tangan surat-surat," jawab Yosias.

Baca juga: Eks Pejabat Dinas PU Pegunungan Arfak Didakwa Suap Anggota DPR Rp 2,65 Miliar dan 22.000 Dollar AS

Menurut Yosias, Natan kerap tak berkoordinasi dengan dirinya dalam pelaksanaan tugas. Natan, kata dia, juga beberapa kali pergi ke Jakarta tanpa sepengetahuan dan izin dari dirinya.

Meski demikian, ia mengaku pernah menandatangani suatu surat perintah tugas untuk Natan berangkat ke Jakarta.

"Yang bersangkutan bilang ada urusan, dana DAK. Selebihnya saya tidak tahu. Saya hanya sampaikan kalau memang ada urusan oke, kalau tidak mohon tinggal di kabupaten kita ini, menjalankan pemerintahan, melayani masyarakat, jadi jangan telalu pergi meninggalkan tugas," kata dia.

Dalam kasus ini, Natan Pasomba didakwa menyuap anggota Komisi XI DPR Sukiman sebesar Rp 2,65 miliar dan 22.000 dollar Amerika Serikat (AS).

Menurut jaksa, suap itu dilakukan Natan bersama-sama Yosias serta dua rekanan Dinas PU Pegunungan Arfak bernama Nicolas Tampang Allo dan Sovian Lati Lipu.

Baca juga: Kasus Suap Dana Perimbangan Pegunungan Arfak, KPK Panggil Anggota DPR dari PDI-P

Pada pekan pertama Agustus 2017, Sukiman menerima Rp 500 juta; pekan kedua Agustus 2017 sebesar 250 juta; pekan ketiga Agustus 2017 sebesar Rp 200 juta dan 22.000 dollar AS.

Pada bulan September 2017 sebesar Rp 500 juta dan pada bulan Desember 2017 sebesar Rp 500 juta.

Menurut jaksa, pemberian ini ditujukan agar Sukiman membantu pengurusan alokasi anggaran DAK untuk Pegunungan Arfak yang bersumber dari APBN Perubahan Tahun Anggaran 2017.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

Nasional
Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

Nasional
Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

Nasional
Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com