Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anggap Novum Setya Novanto Tak Layak, Jaksa Minta Hakim Tolak PK

Kompas.com - 10/09/2019, 13:44 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap permohonan peninjauan kembali (PK) terpidana kasus korupsi Setya Novanto ditolak oleh majelis hakim PK pada Mahkamah Agung (MA).

Hal itu disampaikan jaksa KPK Ahmad Burhanuddin saat membacakan kesimpulan tanggapan KPK atas permohonan PK Novanto di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/9/2019)

"Kami mohon supaya majelis hakim peninjauan kembali pada Mahkamah Agung memutuskan, satu, menolak seluruh permohonan peninjauan kembali oleh pemohon PK, terpidana Setya Novanto. Dua, menguatkan putusan Pengadilan Tindak Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas nama terpidana Setya Novanto," kata jaksa Burhanuddin.

Baca juga: Jaksa Nilai 5 Poin Permohonan PK Setya Novanto Tak Dapat Disebut Novum

Jaksa memandang lima hal yang dianggap pihak Setya Novanto sebagai keadaan baru atau novum dalam permohonan PK itu tidak layak disebut sebagai novum.

"Bahwa alasan, dalil, dan bukti yang diajukan pemohon PK sebagaimana yang didalilkan sebagai P-1 sampai P-5 tidak dapat dikualifikasikan sebagai keadaan baru atau bukti baru atau novum sebagaimana dihendaki Pasal 263 Ayat 2 huruf a KUHAP dan bukan merupakan bukti yang bersifat menentukan," ujar dia.

Kelima poin yang dianggap Novanto dan penasihat hukumnya sebagai novum adalah tiga surat permohonan sebagai justice collaborator dari keponakan Novanto bernama Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.

Berdasarkan ketiga surat itu, menurut pihak Novanto, tidak ada fakta bahwa Novanto menerima uang dalam kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik atau e-KTP.

Novum keempat yakni rekening koran Bank OCBC Singapura North Branch nomor 503-146516-301 periode tanggal 1 Januari 2014 sampai 31 Januari 2014 atas nama Multicom Investment, Pte, Ltd, perusahaan milik Anang Sugiana Sudihardjo.

Baca juga: KPK Akan Tanggapi Permohonan PK Setya Novanto di Pengadilan

Kemudian, novum kelima merupakan keterangan tertulis agen Biro Federal Investigasi AS, Jonathan Holden tanggal 9 November 2017 dalam perkara United States of America melawan 1485 Green Trees Road, Orono, Minnesota dan kawan-kawan.

Jaksa salah satunya menyoroti dalil P-1, yaitu surat permohonan sebagai justice collaborator tanggal 3 April 2018 dari Irvanto.

Menurut penasihat hukum Novanto, surat itu menjelaskan bahwa tidak ada fakta Novanto menerima uang sebesar 3,5 juta dollar AS melalui Irvanto.

"Termohon PK menilai pemohon PK hanya mengambil penggalan uraian surat permohonan justice collaborator Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan tidak mengambil keterangan Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dalam surat itu secara utuh," kata jaksa Burhanuddin.

Jaksa juga menilai, pertimbangan majelis hakim dalam putusan terhadap Novanto sudah sesuai dengan alat-alat bukti dan fakta-fakta persidangan.

Dengan demikian, jaksa menilai tidak ada kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata sebagaimana yang disampaikan pihak Novanto dalam permohonan PK.

"Keterangan saksi yang saling berkesesuaian maupun alat bukti dan barang bukti yang berkesesuaian sehingga penjatuhan hukuman pada pemohon PK sebagaimana amar putusan adalah tidak mengandung kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata," kata jaksa Burhanuddin.

Baca juga: KPK Siap Hadapi PK yang Diajukan Setya Novanto dalam Kasus E-KTP

Jaksa juga meyakini pembuktian pasal-pasal dalam dakwaan, surat tuntutan, hingga pertimbangan majelis hakim dalam putusan Novanto telah selaras.

"Kami berkesimpulan, alasan pemohon PK yang diajukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 263 Ayat 2 KUHAP dan seterusnya, seharusnya ditolak dan tidak dapat diterima. Karena telah ditegaskan oleh judex factie secara seksama. Sehingga tidak ditemukan adanya novum, kekhilafan hakim atau sesuatu kekeliruan yang nyata," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com