Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPA Menilai RUU Pertanahan Langgengkan Konflik Agraria

Kompas.com - 09/09/2019, 13:12 WIB
Christoforus Ristianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretariat Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Sartika menyatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan berpotensi melanggengkan konflik agraria karena tak ada lembaga independen yang bertugas untuk menyelesaikan konflik.

Hal itu disampaikan Dewi saat diskusi bertajuk "Pro-Kontra RUU Pertanahan dan Implikasinya terhadap Rencana Pemindahan Ibu Kota" di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (9/9/2019).

"RUU Pertanahan tak memandang penting adanya lembaga independen yang berwenang menyelesaikan konflik agraria yang bersifat struktural, masif, berskala, berdampak luas, dan lintas sektor. Yang diusulkan malah lembaga peradilan pertanahan," ujar Dewi.

Baca juga: RUU Pertanahan Dianggap Beri Impunitas untuk Korporasi

 

"Jika lewat lembaga peradilan, akan tumpang tindih kewenangannya dengan pengadilan umum atau peradilan tata usaha negara yang ada. Jadi, pemerintah abai, berarti akan membiarkan konflik itu terjadi," sambungnya.

Ia menjelaskan, merujuk catatan KPA, jumlah konflik agraria pada rentang tahun 2015-2018 ada 1.771 kasus. Kasus terbanyak, 642 kasus, terjadi di sektor perkebunan.

Rincian konflik agraria terkait perkebunan: tahun 2015 ada 127 kasus, tahun 2016 ada 162, tahun 2017 ada 208, dan 114 kasus terjadi pada 2018.

"Dalam catatan kami, konflik sektor perkebunan melibatkan perusahaan negara dan swasta," ucap Dewi.

Baca juga: Komnas HAM: RUU Pertanahan Dinilai Tidak Cerminkan Keadilan Agraria

Diakui Dewi, sangat jarang masyarakat menang di pengadilan terkait konflik agraria.

"Jarang sekali, mungkin hanya 5 persen yang menang. Contoh kasus di Muara Teweh masyarakat menang di pengadilan, tapi kalah saat banding di Mahkamah Agung. Jadi tak ada jaminan bisa mengembalikan tanah adat lewat proses ini," jelasnya.

Adapun pembahasan RUU Pertanahan memasuki tahap final. RUU yang menjadi inisiatif DPR dan telah dibahas sejak 2012 ini akan disahkan akhir September.

Kompas TV Tiga kementerian bersama Komisi Pemberantasan Korupsi menyegel kawasan reklamasiPantai Marrita Sari dan menghentikan sejumlah aktivitas pengembangan ruang laut di Pulau Tegal Mas yang berada di Kabupaten Pesawaran, Lampung. Reklamasi pantai tidak memiliki izin serta ada indikasi perusakan lingkungan. Plang yang dipasang rombongan KPK, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Badan Pertanahan Nasional, Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berisi peringatan larangan melakukan kegiatan dalam bentuk apapun di kawasan Pulau Tegal Mas dan Pantai Marrita Sari. Penyegelan untuk menyetop semua pelanggaran yang mungkin terjadi di masa depan. Pulau Tegal Mas saat ini memiliki sejumlah fasilitas wisata seperti vila yang berdiri tepat di tengah pulau dan sejumlah fasilitas lain yang bisa jadi berpotensi merusak kehidupan bawah laut. #PulauTegalMas #PantaiMarritaSari #CeritaNusantara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com