Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut Perkebunan Nusantara III Tersangka, KPK Ingatkan BUMN Perbaiki Tata Kelola Korporasi

Kompas.com - 04/09/2019, 05:17 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif mengingatkan agar semua badan usaha milik negara (BUMN) memperbaiki tata kelola korporasi.

Ia menyampaikan hal ini menyusul ditetapkannya dua petinggi PT Perkebunan Nusantara III (PN III) sebagai tersangka kasus dugaan suap.

Mereka adalah Direktur Utama PT PN III Dolly Pulungan dan Direktur Pemasaran PT PN III I Kadek Kertha Laksana.

"Kita selalu beharap di BUMN itu tata lelolanya diperbaiki, mereka harus jadi contoh pelaksanaan tata kelola korporasi yang baik, harusnya itu mereka jadi contoh," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Baca juga: Kronologi OTT KPK yang Seret Dirut PT Perkebunan Nusantara III

Kendati demikian, kata Laode, harapan itu kerap tidak terpenuhi ketika sejumlah pejabat di beberapa BUMN terjerat kasus dugaan korupsi.

"Itu yang kami sesalkan. Apa yang ditulis di kertas selalu dengan apa yang dilakukan itu kadang berbeda. Itu yang kita sesalkan. Kita sudah lakukan upaya pencegahan tetapi tetap juga ada itu terjadi," kata Laode.

KPK, kata Laode, sudah beberapa kali menggelar sosialisasi program pencegahan korupsi terhadap korporasi.

Selain itu, KPK sudah menerbitkan dan mendistribusikan buku panduan pencegahan korupsi ke berbagai korporasi.

"Buku panduan pencegahan di korporasi itu kan bisa diikuti. Sebagain besar perusahaan juga sudah adopsi misalnya ISO nomor berapa itu, tentang larangan suap menyuap," kata dia.

Dalam kasus ini, Dolly dan Kadek diduga menerima fee 345.000 dollar Singapura dari pemilik pihak PT Fajar Mulia Transindo Pieko Njoto Setiadi.

Pada awal tahun 2019, perusahaan Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta dalam skema long term contract dengan PT PN III.

Dalam kontrak ini, perusahaan Pieko mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak tersebut.

Baca juga: KPK Tetapkan Dirut PT Perkebunan Nusantara III sebagai Tersangka

Pada 31 Agustus 2019, terjadi pertemuan yang melibatkan Pieko dan Dolly. Diduga, Dolly meminta uang ke Pieko untuk menyelesaikan urusan pribadinya.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta I Kadek Kertha Laksana untuk menemui Pieko dan mengurus permintaan uang itu.

Pada Senin (2/9/2019), Pieko diduga meminta seorang pemilik money changer untuk mencairkan uang 345.000 dollar Singapura yang akan diserahkan ke Dolly.

Uang itu diambil oleh orang kepercayaan Pieko bernama Ramlin. Kemudian, uang tersebut dititipkan ke pihak swasta bernama Corry Luca untuk diteruskan ke Dolly melalui I Kadek Kertha Laksana.

Uang itu 345.000 dollar Singapura pada akhirnya dititipkan Corry ke I Kadek Kertha Laksana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com