"Tidak diizinkannya kami masyarakat sipil untuk menyaksikan proses pembahasan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak prosedural warga negara yaitu untuk hadir, hak atas informasi dan hak untuk berpartisipasi," ujar Ratna.
Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Pesimistis DPR Rampungkan RUU PKS Tahun Ini
Ratna pun mempertanyakan keterbukaan DPR untuk membahas RUU PKS.
"Dengan pelarangan tersebut, DPR seakan-akan tidak bersedia pembahasannya disaksikan masyarakat, khususnya perempuan yang berkepentingan langsung dengan RUU ini," kata dia.
Ke depannya, koalisi masyarakat sipil meminta untuk selalu dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut.
3. Pesimis Selesai Tahun Ini
Koalisi masyarakat sipil pesimis RUU PKS dapat disahkan DPR tahun ini.
Pasalnya, hingga beberapa kali pembahasan, belum ada progres yang signifikan atas RUU ini. Sementara itu, masa kerja DPR periode 2014-2019 kurang dari bulan lagi.
"Enggak akan disahkan pada tahun ini kalau melihat cara mereka (DPR) ya. Karena kita hanya punya waktu beberapa hari ini," kata Ratna.
Baca juga: Ini 9 Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Diatur dalam RUU PKS
Ratna mengatakan, jika DPR bergegas, seharusnya RUU ini bisa diselesaikan sebelum Oktober 2019. Sebab, pemerintah pun telah siap untuk menyelesaikan pembahasan.
Meski begitu, Ratna dan koalisi masyarakat sipil tetap berharap DPR dapat memenuhi janji mereka untuk mengesahkan RUU PKS sebelum Oktober 2019 ini.
"Kami minta DPR segera mengesahkan RUU PKS pada periode ini sebagai bentuk keseriusan DPR dan pemerintah atas situasi genting terkait banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi," kata Ratna.
4. Berpotensi Jatuh Korban Lagi
RUU PKS dinilai penting disahkan lantaran dari tahun ke tahun angka kekerasan seksual semakin meningkat.
Menurut koalisi masyarakat sipil, RUU KUHP pun dinilai tidak akan cukup menyelesaikan kasus kekerasan seksual, meskipun memuat pasal tentang pemidanaan perkosaan, pencabulan dan perzinaan.
"RUU KUHP itu jelas tidak mengatur pemulihan korban, tidak mengatur korban itu harus didampingi oleh psikolog, tidak mengatur soal pencegahan," ujar Ratna.
"Itulah kenapa kita berkepentingan dengan adanya RUU PKS ini. Karena memang dia RUU khusus yang mengatur dari hulu ke hilir secara komprehensif dalam bentuk penanggulangan kekerasan seksual," lanjut dia.
Baca juga: Anggota Komisi VIII Pastikan RUU PKS Tak Legalkan Seks Bebas
Ratna mengatakan, jika RUU PKS tak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan semakin banyak korban-korban kekerasan seksual yang tidak mendapat keadilan hukum.
Tanpa adanya RUU ini, bukan tidak mungkin kasus serupa yang dialami Baiq Nuril ataupun Rizki Amelia yang dilecehkan oleh atasannya kembali terulang.