Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kritik Bagi DPR yang Lamban Sahkan RUU PKS...

Kompas.com - 28/08/2019, 12:46 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

"Tidak diizinkannya kami masyarakat sipil untuk menyaksikan proses pembahasan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak prosedural warga negara yaitu untuk hadir, hak atas informasi dan hak untuk berpartisipasi," ujar Ratna.

Baca juga: Koalisi Masyarakat Sipil Pesimistis DPR Rampungkan RUU PKS Tahun Ini

Ratna pun mempertanyakan keterbukaan DPR untuk membahas RUU PKS.

"Dengan pelarangan tersebut, DPR seakan-akan tidak bersedia pembahasannya disaksikan masyarakat, khususnya perempuan yang berkepentingan langsung dengan RUU ini," kata dia.

Ke depannya, koalisi masyarakat sipil meminta untuk selalu dilibatkan dalam pembahasan RUU tersebut.

3. Pesimis Selesai Tahun Ini

Koalisi masyarakat sipil pesimis RUU PKS dapat disahkan DPR tahun ini.

Pasalnya, hingga beberapa kali pembahasan, belum ada progres yang signifikan atas RUU ini. Sementara itu, masa kerja DPR periode 2014-2019 kurang dari bulan lagi.

"Enggak akan disahkan pada tahun ini kalau melihat cara mereka (DPR) ya. Karena kita hanya punya waktu beberapa hari ini," kata Ratna.

Baca juga: Ini 9 Jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Diatur dalam RUU PKS

Ratna mengatakan, jika DPR bergegas, seharusnya RUU ini bisa diselesaikan sebelum Oktober 2019. Sebab, pemerintah pun telah siap untuk menyelesaikan pembahasan.

Meski begitu, Ratna dan koalisi masyarakat sipil tetap berharap DPR dapat memenuhi janji mereka untuk mengesahkan RUU PKS sebelum Oktober 2019 ini.

"Kami minta DPR segera mengesahkan RUU PKS pada periode ini sebagai bentuk keseriusan DPR dan pemerintah atas situasi genting terkait banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi," kata Ratna.

4. Berpotensi Jatuh Korban Lagi

RUU PKS dinilai penting disahkan lantaran dari tahun ke tahun angka kekerasan seksual semakin meningkat.

Menurut koalisi masyarakat sipil, RUU KUHP pun dinilai tidak akan cukup menyelesaikan kasus kekerasan seksual, meskipun memuat pasal tentang pemidanaan perkosaan, pencabulan dan perzinaan.

"RUU KUHP itu jelas tidak mengatur pemulihan korban, tidak mengatur korban itu harus didampingi oleh psikolog, tidak mengatur soal pencegahan," ujar Ratna.

"Itulah kenapa kita berkepentingan dengan adanya RUU PKS ini. Karena memang dia RUU khusus yang mengatur dari hulu ke hilir secara komprehensif dalam bentuk penanggulangan kekerasan seksual," lanjut dia.

Baca juga: Anggota Komisi VIII Pastikan RUU PKS Tak Legalkan Seks Bebas

Ratna mengatakan, jika RUU PKS tak segera diselesaikan, dikhawatirkan akan semakin banyak korban-korban kekerasan seksual yang tidak mendapat keadilan hukum.

Tanpa adanya RUU ini, bukan tidak mungkin kasus serupa yang dialami Baiq Nuril ataupun Rizki Amelia yang dilecehkan oleh atasannya kembali terulang.

 

Kompas TV Untuk pertama kalinya hakim menjatuhkan vonis kebiri kimia terhadap pelaku pemerkosaan. Vonis kebiri kimia dijatuhkan kepada Muhamad Aris berusia 20 tahun. Pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur ini terbukti memerkosa 9 anak. Selain hukuman kebiri kimia Aris juga dihukum 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta rupiah subsider 6 bulan kurungan. Menanggapi vonis ini Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung untuk mengeksekusi hukuman tersebut. Pasalnya petunjuk teknis hukuman tersebut belum ada mengingat vonis ini baru pertama kali dijatuhkan. Hukuman bagi pelaku kejahatan seksual yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia menuai pro dan kontra. Hukuman ini dinilai akan membuat jera para pelaku dan mencegah kejahatan semakin marak terjadi. Apakah hukuman ini akan efektif diterapkan? Dan bagaimana seharusnya Ikatan Dokter Indonesia menyikapi ini? Kami akan membahasnya dengan pakar hukum pidana sekaligus mantan hakim Asep Iwan iriawan, juga bersama Kepala Bidang Hukum Ikatan Dokter Indonesia dr. Nazar dan Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Rudi Hartono. #KebiriKimiawi #PredatorAnak #Mojokerto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Kejagung Periksa Adik Harvey Moeis Jadi Saksi Kasus Korupsi Timah

Nasional
SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

SYL Ngaku Bayar Eks Jubir KPK Febri Diansyah Jadi Pengacara dengan Uang Pribadi

Nasional
PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

PDI-P Sebut Pemanggilan Hasto oleh Polda Metro Jaya Upaya Bungkam Suara Kritis

Nasional
Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Apresiasi Perwira Inovatif, Annual Pertamina Awards Ke-14 Resmi Dibuka

Nasional
Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Bertanya ke Saksi, SYL Tegaskan Bagikan Sembako hingga Sewa Pesawat untuk Kepentingan Masyarakat

Nasional
162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

162.961 Jemaah Haji Sudah Tiba di Arab Saudi, 36 Wafat

Nasional
34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

34 dari 37 WNI yang Berhaji Tanpa Visa Haji Dibebaskan dan Dipulangkan ke Tanah Air

Nasional
KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

KPU Akan Rapat Internal dan Konsultasi dengan DPR Usai MA Ubah Batas Usia Calon Kepala Daerah

Nasional
TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

TNI Siap Dikirim ke Gaza untuk Operasi Perdamaian

Nasional
Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Istri Terima Uang Rp 30 Juta Per Bulan dari Kementan, SYL: Ada Kegiatan Dharma Wanita

Nasional
PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

PN Jakpus Tak Berwenang Adili Gugatan soal Pencalonan Gibran, Pengacara Jokowi: Tak Terbukti Lawan Hukum

Nasional
Hasto Curiga Ada 'Orderan' di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Hasto Curiga Ada "Orderan" di Balik Pemanggilannya ke Polda Metro Jaya

Nasional
Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Kata PP Muhammadiyah soal Jokowi Beri Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Nasional
Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Kepala dan Wakil Kepala Otorita IKN Mundur, Jokowi: Pembangunan IKN Terus Lanjut

Nasional
Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Prabowo Bentuk Gugus Sinkronisasi, Hasto Singgung Rekomendasi Tim Transisi Era Jokowi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com