Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sepakat Dengan Jokowi, PAN Tolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi

Kompas.com - 22/08/2019, 19:34 WIB
Kristian Erdianto,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menuturkan bahwa partainya sepakat dengan Presiden Joko Widodo terkait wacana amandemen terbatas UUD 1945.

Yandri menegaskan, PAN juga tidak sepakat dengan wacana mengembalikan posisi MPR sebagai lembaga tertinggi negara melalui amandemen terbatas.

"Pak Jokowi sudah benar menurut saya. Sudah benar. Jadi PAN enggak setuju juga kalau mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Pak Jokowi benar," ujar Yandi saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8/2019).

Baca juga: Produk Pemilu Langsung, Jokowi Tolak MPR Jadi Lembaga Tertinggi

"PAN memang tidak sepakat kalau mengembalikan MPR sebagai lembaga tertinggi negara apalagi memilih presiden, meminta pertanggung jawaban presiden, bisa menghentikan presiden seperti Orde Baru dulu. Enggak bisa," ucapnya.

Yandri mengatakan, PAN memang menyetujui adanya amandemen terbatas UUD 1945 dan menghidupkan kembali haluan negara.

Namun, haluan negara tersebut berbeda dengan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) pada saat Orde Baru.

Baca juga: PKB Janji Tidak Aktif Mendorong Penambahan Kursi MPR

Artinya MPR tidak menjadi lembaga tertinggi negara dan presiden tetap dipilih secara langsung oleh rakyat, bukan sebagai mandataris MPR.

"Memang kita konsepnya bukan mengembalikan MPR ke lembaga tertinggi negara. Enggak. Tetap dia lembaga tinggi negara dan presiden itu tetap dipilih langsung termasuk wakil rakyat juga dipilih langsung," kata Yandri.

Menurut Yandri, sejumlah akademisi dan tokoh nasional menilai perlu adanya semacam haluan pembangunan nasional.

Baca juga: PAN Akui Penambahan Kursi MPR demi Amandemen UUD 1945

Dengan demikian, tidak akan ada lagi kasus peraturan daerah yang tumpang tindih atau bertentangan dengan dengan peraturan yang dibuat oleh pemerintah pusat.

Di sisi lain, pembangunan dapat terarah mulai dari pusat, provinsi dan kabupaten kota.

"Itu yang kita inginkan, bukan seperti GBHN seperti Orde Baru," tutur Yandri.

Sebelumnya, Presiden Jokowi khawatir amendemen UUD 1945 berujung pada kembalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

"Itu saling kait mengait. Kalau GBHN dikerjakan oleh MPR, artinya presiden mandataris MPR. Kalau presiden mandataris MPR, artinya presiden dipilih oleh MPR," kata Jokowi dalam acara Satu Meja di Kompas TV, Rabu (21/8/2019).

Baca juga: PAN Akui Penambahan Kursi MPR demi Amandemen UUD 1945

Jokowi pun menegaskan bahwa ia akan menjadi orang yang pertama kali menolak jika presiden dipilih kembali oleh MPR.

Jokowi ingin agar presiden dan wakil presiden tetap dipilih langsung oleh rakyat.

"Karena saya adalah produk dari pilihan langsung oleh rakyat," kata Jokowi.

Oleh karena itu, Jokowi berharap wacana amendemen UUD 1945 yang muncul saat ini perlu dikaji lebih dalam kembali.

Baca juga: GBHN Dinilai Berpotensi Merusak Sistem Presidensial

Jangan sampai amendemen ini menimbulkan guncangan politik yang tidak perlu di Indonesia.

"Karena sekarang tekanan ekonomi global, geopolitik global tidak menguntungkan, jangan sampai menambah masalah karena kita ingin memaksakan amendemen," ujar Jokowi.

"Kajian mendalam sangat diperlukan," kata mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Baca juga: PKB Tidak Setuju GBHN yang Mempersempit Ruang Gerak Presiden

Sementara mengenai dibangkitkannya kembali haluan negara, menurut Jokowi, mungkin memang diperlukan.

Namun, belakangan ia ragu apakah amendemen UUD 1945 yang dilakukan oleh para politikus di Senayan nanti benar-benar hanya akan sebatas pada wacana itu.

"Apa tidak melebar ke mana-mana? Karena saya sudah bicara dengan partai, kok beda-beda," kata Jokowi.

Kompas TV Rangkaian peringatan Hari Konstitusi yang berlangsung pada Minggu, 18 Agustus lalu di Gedung MPR, DPR RI, Kompleks Senayan, Jakarta, diikuti dengan agenda seminar yang membahas perlunya sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN dalam kajian sistem tata negara MPR RI.<br /> <br /> Dalam peringatan Hari Konstitusi yang diselenggarakan setiap tanggal 18 Agustus, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, turut menggelar seminar dengan tajuk &quot;Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945&quot;.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com