Saat meninjau pesawat N219 di Landasan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, pada 10 November 2017, Jokowi memberikan nama khusus, yakni Nurtanio.
Baca juga: Apa Kabar Pesawat N219 yang Diberi Nama Nurtanio oleh Jokowi?
Pemilihan nama Nurtanio sendiri diambil dari nama perintis industri pesawat terbang Indonesia, Laksamana Muda (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo.
Nurtanio adalah sosok pembuat pesawat pertama all metar dan fighter Indonesia bernama Sikumbang. Ia guguur dalam penerbangan uji coba.
"Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo adalah pahlawan bangsa yang berjuang tanpa pamrih. Seluruh hidupnya didarmabaktikan untuk kedirgantaraan Indonesia," kata Jokowi saat itu.
Meski demikian, hingga saat ini, pesawat tersebut masih menjalani sertifikasi oleh Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan.
Harian Kompas, 17 April 2019, menuliskan, proses sertifikasi yang memakan waktu hingga dua tahun tersebut dinilai sebagai hal wajar.
Baca juga: Pesawat N219 Nurtanio Jalani Uji Coba Terbang Ke-15
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin mengatakan, sertifikasi di industri penerbangan global bahkan membutuhkan waktu lebih lama.
Tahun ini, sertifikasi N219 selesai sehingga Lapan bisa mengembangkan N219 versi amfibi atau N219A yang bisa mendarat di perairan untuk menghubungkan pulau-pulau.
Pesawat N219 berhasil terbang mulus di tengah kondisi riset dan inovasi nasional yang belulm membaik.
Harian Kompas, 18 Agustus 2017, menyebutkan, sebelumnya industri penerbangan nasional pernah merayakan keberhasilan penerbangan perdana pesawat N250 pada 10 Agustus 1995.
Kala itu, upacara besar-besaran diadakan untuk memperingati keberhasilan putra-putri bangsa dalam mengembangkan teknologi kedirgantaraan.
Namun, N250 yang merupakan pesawat canggih di zamannya dan dirancang dengan bantuan sejumlah ahli asing terhenti pengembangannya akibat krisis moneter 1998.
Baca juga: Nurtanio, Wake Up Call dari Presiden Jokowi
Krisis itu juga mengakibatkan berhentinya 12.000 karyawan dari PT DI.
Hal ini pun berlanjut dengan restrukturisasi besar-besaran di tubuh PT DI.
Setelah mengalami pasang-surut, sejumlah perekayasa yang tersisa merancang pesawat yang dianggap sesuai memenuhi kebutuhan penerbangan di daerah terpencil Indonesia.