MUNGKIN agak lebay bila dikatakan laksana halilintar di siang hari bolong, akan tetapi apapun itu, banyak orang yang dikejutkan dengan pemberian nama pesawat terbang N-219 produk dalam negeri dengan nama Nurtanio oleh Presiden Jokowi.
Sebuah sinyal yang sangat jelas dikumandangkan oleh seorang Presiden pada Hari Pahlawan 10 November 2017 untuk mengingat kembali Nurtanio yang namanya sudah nyaris “lenyap” dari ingatan kita semua.
Nama yang dilenyapkan dari “merek dagang” industri pesawat terbang Indonesia yang sejak semula melekat sebagai rasa hormat kepada senior, pendahulu, dan “hero” dalam urusan ide menciptakan pesawat terbang sendiri.
Laksamana Muda Udara (Anumerta) Nurtanio Pringgoadisuryo adalah perintis industri penerbangan di Indonesia. Bersama Wiweko Soepono, Nurtanio membuat pesawat layang Zogling NWG pada tahun 1947.
Mulanya, nama Nurtanio diabadikan saat pemerintah mendirikan industri pesawat dengan nama PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio pada 1976.
Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 1985.
IPTN kembali berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia setelah restrukturisasi pada 2000.
Sepak terjang Nurtanio seolah mengikuti kodrat alam. Industri ini dimulai dari pemeliharaan pesawat yang dilakukan Nurtanio, kemudian berkembang dengan memiliki depo pemeliharaan sendiri.
Dari bengkel pemeliharaan pesawat, industri ini berkembang menjadi pembuat pesawat terbang latih dan taktis ringan seraya belajar merakit pesawat terbang sejenis Gelatik buatan Polandia.
Tiba-tiba saja pabrik yang masih bayi berusia dini dalam persiapan itu digenjot menjadi pabrik pesawat terbang berskala besar dan langsung membuat sekian banyak jenis pesawat terbang super modern.
Baca: Peristiwa 911 dan Ancaman Teror di Indonesia
Tentu saja langkah yang sangat membanggakan itu disambut meriah oleh khalayak ramai dengan penuh antusias.
Memotong proses
Banyak yang tidak sabar menanti proses. Mereka ingin segera melihat pabrikan pesawat yang berlokasi di Bandung ini menghasilkan pesawat terbang kelas dunia. “Potong Kompas” atas proses yang tengah berjalan pun dilakukan.
Sayang sekali, mungkin memang sudah merupakan hukum alam bahwa sesuatu yang besar itu harus melalui sebuah proses yang panjang dimulai dari hal yang kecil, meningkat menjadi sedang, dan baru kemudian bisa menjadi besar.