Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Cermati Gugatan Kivlan atas Wiranto, Ini Tujuannya...

Kompas.com - 14/08/2019, 19:01 WIB
Ardito Ramadhan,
Fabian Januarius Kuwado

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komnas HAM akan mencermati gugatan Mayjen (Purn) Kivlan Zen terhadap Jenderal (Purn) Wiranto di Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait pembentukan Pam Swakarsa tahun 1998 silam.

Komnas HAM akan mencari celah apakah gugatan Kivlan itu dapat menjadi pintu masuk pihaknya untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM berat yang terjadi pada tahun-tahun tersebut atau tidak.

"Enggak hanya kasus Pak Kivlan, apapun kalau ada ruang nanti akan didalami. Kalau ada ruang untuk kemudian mendorong penyidikan hasil penyelidikannya Komnas HAM itu akan kami tindaklanjuti," ujar Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat dihubungi Kompas.com, Rabu (14/8/2019).

Baca juga: Kivlan Zen Gugat Wiranto soal Perintah Pembentukan Pam Swakarsa 1998

Meski demikian, Taufan tidak dapat berjanji apakah gugatan Kivlan itu benar-benar dapat dijadikan pintu masuk untuk menelusuri dugaan pelanggaran HAM berat di periode tahun 1998-1999 atau tidak. Khususnya Tragedi Semanggi I dan II serta peristiwa Trisakti.

Satu hal yang pasti, Komnas HAM akan mencermati gugatan itu terlebih dahulu.

"Kita tunggu saja nanti. Prinsip kami, sampai hari ini, kami terus mencari mana peluang yang bisa kita manfaatkan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM," ujar Taufan.

Diberitakan, Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) meminta Komnas HAM menindaklanjuti gugatan Kivlan Zen terhadap Wiranto terkait pembentukan Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa.

Baca juga: Ternyata, Ini Alasan Kivlan Zen Baru Gugat Wiranto Sekarang...

Ketua Presidium JSKK Maria Catharina Sumarsih menilai, Komnas HAM mesti menindaklanjuti gugatan tersebut karena gugatan itu berkaitan dengan kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 1998.

"Agar Komnas HAM menindaklanjuti atau merespons terhadap gugatan perdata yang dilakukan oleh Kivlan Zen ke Wiranto dan karena ini ada kaitannya dengan pelanggaran HAM berat yang terjadi di dalam tragedi Semanggi dan Trisakti," kata Sumarsih di Kantor Komnas HAM, Rabu (14/8/2019).

Sumarsih mengatakan, gugatan Kivlan terhadap Wiranto dapat menjadi pintu masuk bagi Komnas HAM untuk membentuk pengadilan HAM ad hoc dan mengadili para pelanggar HAM.

"Setidak-tidaknya ini menjadi alat bukti baru bagi Kejaksaan Agung untuk mau menindaklanjuti berkas penyelidikan Komnas HAM untuk (tragedi) Trisakti, Semanggi 1 dan 2 ke tingkat penyidikan," lanjut dia.

 

Kompas TV Mabes Polri meminta semua pihak menghargai keputusan hakim yang menolak pra peradilan Kivlan Zen. Karo Penmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan lebih dari 60 bukti diserahkan ke kejaksaan dan dinilai sah oleh majelis hakim penyidikan Kivlan Zen pun sudah sesuai prosedur. #KivlanZen
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 Suplier Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Pabrik Bata Tutup, Jokowi: Usaha Itu Naik Turun, karena Efisiensi atau Kalah Saing

Nasional
KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

KPU Ungkap Formulir C.Hasil Pileg 2024 Paniai Dibawa Lari KPPS

Nasional
Soal 'Presidential Club' Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Soal "Presidential Club" Prabowo, Bamsoet Sebut Dewan Pertimbangan Agung Bisa Dihidupkan Kembali

Nasional
KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Dirut Nonaktif PT Taspen Antonius Kosasih

Nasional
KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

KPU Ungkap 13 Panitia Pemilihan di Papua Tengah yang Tahan Rekapitulasi Suara Berujung Dipecat

Nasional
Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen, Jokowi: Negara Lain Masuk Jurang, Kita Naik

Nasional
Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Eks Anak Buah SYL Beri Tip untuk Paspampres, Gratifikasi Disebut Jadi Kebiasaan

Nasional
TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

TPN Resmi Dibubarkan, Hasto Tegaskan Perjuangan Tetap Dilanjutkan

Nasional
Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Kelakar Jokowi soal Kemungkinan Pindah Parpol Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
 Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com