JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana mendatangkan rektor asing demi meningkatkan ranking perguruan tinggi Indinesia dianggap mengada-ada.
Praktisi Pendidikan Itje Chodidjah mengatakan, tak ada korelasi langsung antara menggunakan rektor asing dan peningkatan kualitas universitas.
Sebaik apa pun rektor dari luar negeri, kata dia, jika tak diperbaiki akar masalahnya, maka akan sama saja.
"Mau rektor terbaik di dunia ini ditaruh di kampus itu, tidak akan menaikkan ranking apabila anak-anaknya memang tidak memenuhi persyaratan penilaian," ujar Itje kepada Kompas.com, Rabu (31/7/2019).
Baca juga: Soal Wacana Rektor Asing, Fahri Hamzah: Jangan Bikin Bangsa Indonesia Kecil Hati
Beda ladang, beda belalang. Kalau pun merekrut rektor dari luar negeri, kata Itje, belum tentu bisa menerapkan kisah sukses yang sama di Indonesia.
Secara kualitas maupun sistem belajar, tentu ada perbedaan antara mahasiswa di Indonesia dan luar negeri.
Itje mengibaratkan seorang petani yang sukses menggarap sawah di lahan subur.
Kemudian, petani tersebut disuruh menggarap lahan di daerah lain yang tandus dan kekurangan air. Cara mengelola lahan tersebut pasti berbeda.
"Saya melihatnya mungkin dia berpikir bahwa kalau rektornya dari negara maju akan bisa mengelola seperti yang dia kelola di negaranya. Ya, beda," kata Itje.
Apalagi, menurut Itje, akar masalah pendidikan di Indonesia yakni literasi anak-anak yang masih rendah dibandingkan di negara lain.
Dengan demikian, akan menjadi pekerjaan besar bagi rektor asing tersebut untuk mengubah "lahan tandus" itu menjadi "gembur".
Seolah memandang sebelah mata
Alih-alih mengambil rektor dari luar, kata Itje, sebaiknya Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) menjadikan akademisi unggulan di Indonesia memimpin perguruan tinggi.
Mendatangkan rektor asing, kata Itje, seolah memandang sebelah mata kualitas akademisi di Indonesia.
Padahal, masih banyak akademisi yang berwawasan luas dan keilmuan tinggi yang kualitasnya bisa bersaing dengan orang asing.