Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bupati Kudus Bisa Dituntut Hukuman Mati, Ini Kata Wapres Kalla

Kompas.com - 30/07/2019, 18:48 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai hukuman mati bagi koruptor yang tertangkap dua kali harus ditegakkan sesuai aturan.

Hal itu disampaikan Kalla menanggapi peluang diterapkannya hukuman mati kepada Bupati Kudus Muhammad Tamzil yang menjadi tersangka korupsi jual beli jabatan.

"Ya tergantung hukum. Kalau memang hukum dua kali lebih berat ya (silakan). Tapi tidak bisa langsung hukuman mati dengan hanya Rp 250 juta. Bukan di situ. Tergantung hukumnya. Tergantung hakim," ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Selasa (29/7/2019).

Baca juga: KPK Akan Pertimbangkan Ulang Ancaman Hukuman Mati dalam Kasus Korupsi Bupati Kudus

"Kita tidak bisa menghakimi orang dari luar. Gitu kan. Tapi bahwa dia tidak insyaf ya benar-benar. Tapi sesuai hukum lah. Perbuatannya saja," lanjut Wapres.

Kalla menambahkan vonis pengadilan biasanya mencabut hak politik terpidana jika pelanggaran yang diperbuat sangat berat.

Karena itu hakim mencabut hak politik terpidana selama beberapa tahun di beberapa putusan pengadilan. Hal itu dilakukan agar mereka tak lagi menjadi politisi yang berpotensi menyelwengkan anggaran.

Sebaliknya, jika hak politiknya tak dicabut, Kalla menilai politisi yang menjadi terpidana korupsi tetap boleh mencalonkan diri kembali selama tak melanggar peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Bupati Kudus Terancam Hukuman Mati? Ini Penjelasan Ahli Hukum

"Ada kriteria, ada vonis putusan pengadilan yang mengatakan dia tidak boleh aktif di politik selama beberapa tahun. Mungkin keputusan yang diambil tidak ada itu (di kasus Bupati Kudus). Jadi selesai ya kembali kepada manusia normal," ujar Kalla.

"Jadi tidak bisa kita mengatakan setiap orang kena hukuman korupsi ya tergantung hukumnya. Ini kan balik ke hukum saja. Kalau memang pengadilan mengatakan anu, politiknya dilarang tidak bisa. Tapi Selama dia tidak dilarang ya dia bisa. Gitu kan," lanjut Wapres.

Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan mengatakan, tuntutan hukuman mati dapat dikenakan terhadap Bupati M Tamzil karena sudah dua kali terjerat kasus korupsi.

"Apakah nanti ada hukuman khusus? Ini sebenarnya sudah kita bicarakan tadi pada saat ekspos karena memang kalau sudah berulang kali, bisa nanti tuntutannya sampai dengan hukuman mati," kata Basaria dalam konferensi pers, Sabtu (27/7/2019).

Namun, Basaria belum bisa memastikan hal tersebut. Menurut dia, kemungkinan tuntutan hukuman mati masih dalam pengembangan.

Baca juga: Dua Kali Terjerat Kasus Korupsi, Bupati Kudus Bisa Dituntut Hukuman Mati

Seperti diketahui, Tamzil beserta staf khususnya, Agus Soeranto; dan Plt Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Kudus Akhmad Sofyan telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan jual-beli jabatan di lingkungan Pemkab Kudus.

Peristiwa ini merupakan kali kedua Tamzil terjerat kasus korupsi.

Sebelumnya, ia sempat mendekam dipenjara karena dinyatakan bersalah kasus korupsi dana bantuan sarana dan prasarana pendidikan Kabupaten Kudus untuk tahun anggaran 2004.

Selain Tamzil, Agus Soeranto juga pernah mendekam di penjara sebelumnya. Bahkan, Tamzil dan Soeranto sama-sama dipenjara di LP Kedungpane dalam kurun waktu yang kurang lebih sama.

Kompas TV Indonesia Corruption Watch menilai tuntutan hukuman maksimal pencabutan hak politik dan perampasan aset koruptor jauh lebih efektif untuk menekan praktik korupsi dibanding hukuman mati. Sesuai undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi hukuman mati dimungkinkan untuk dikenakan kepada koruptor dalam kondisi tertentu. Antara lain untuk korupsi yang terjadi saat bencana alam krisis moneter dan pengulangan praktik korupsi seperti kasus korupsi Bupati Kudus, M Tamzil. Namun demikian ICW menilai hukuman mati bagi koruptor belum tentu bisa memberikan efek jera bagi pelaku korupsi yang lain. Menurut peneliti ICW, Donald Fariz durasi hukuman maksimal pencabutan hak politik dan perampasan aset lebih efektif untuk menekan angka korupsi. #ICW #PerampasanHarta #Koruptor
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com