Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Masukkan Kasus Novel di Materi Seleksi Capim KPK, Kebijakan Pansel Dipertanyakan

Kompas.com - 30/07/2019, 13:08 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mempertanyakan alasan panitia seleksi yang menilai kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak pas apabila dimasukkan ke dalam materi seleksi capim KPK.

Menurut Zainal, kasus Novel tidak harus dijadikan tema atau studi kasus dalam seleksi capim tahap selanjutnya. Namun, setidaknya pansel merujuk kasus tersebut untuk dikaitkan ke tema perlindungan terhadap pekerja korupsi.

"Saya juga agak heran pansel menolak untuk memasukkan perdebatan soal kasus Novel. Kan bisa kasusnya dikaitkan dengan tema lain, misalnya perlindungan terhadap pekerja korupsi," ujar Zainal saat diskusi menyoal proses pemililihan pimpinan KPK di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Selasa (30/7/2019).

Baca juga: KPK Dukung Usul Kasus Novel Baswedan Jadi Materi Seleksi Capim

Zainal menjelaskan, kasus Novel bisa menjadi rujukan pansel untuk mempertajam integritas capim soal bagaimana menyelesaikan permasalahan yang dialami pegawai KPK.

Baginya, tema korupsi yang berkaitan dengan kasus Novel sangat banyak dan bisa dijadikan materi dalam tahap-tahap penyeleksian capim ke depan. Jika pansel menolak, kata dia, hal itu merupakan langkah yang tak dapat dibenarkan.

"Poin tema yang bisa dikaitkan dengan Novel banyak, tapi kalau ujung-ujungnya menolak, menurut saya pernyataan pansel sangat tidak benar. Apalagi ketika menegasikan kasus Novel dianggap tidak terkait Pimpinan KPK, itu semakin kelihatan tidak benar," jelasnya.

Baca juga: Pansel Capim KPK Sebut Kasus Novel Tidak Pas Masuk Materi Seleksi

Sebelumnya, Ketua Panitia Seleksi calon pimpinan KPK Yenti Garnasih mengatakan, kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan tidak pas apabila dimasukkan ke dalam materi seleksi capim KPK.

"Menurut saya, itu bukan masalah apa yang harus diketahui (calon pimpinan) KPK kan. Kami ini kan bukan tim TGPF ya," kata Yenti kepada wartawan, Senin (29/7/2019).

Meski demikian, pansel tidak serta merta langsung menolak usulan itu. Menurut Yenti, setiap usulan dari masyarakat akan tetap didiskusikan dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

Diketahui, polemik kasus Novel dijadikan bahan seleksi capim KPK bermula saat koalisi masyarakat sipil antikorupsi mengusulkan kasus penyiraman air keras yang menimpa penyidik Komisi KPK Novel Baswedan menjadi salah satu materi pembahasan dalam seleksi lanjutan calon pimpinan KPK.

Baca juga: Kasus Novel Baswedan Diusulkan Jadi Materi Seleksi Capim KPK

Anggota koalisi sekaligus peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, cara pandang calon pimpinan terhadap kasus ini bisa ditarik ke persoalan perlindungan terhadap jajaran KPK.

"Menjadi menarik jika bisa ditanyakan bagaimana mereka melihat persoalan Novel. D jawaban mereka kita bisa melihat apakah yang bersangkutan benar-benar mempunyai visi terkait perlindungan pejuang antikorupsi, dalam hal ini pegawai KPK itu sendiri," ujar Kurnia.

Kompas TV Kepatuhan menyampaikan laporan harta kekayaan penyelenggara negara atau LHKPN menjadi sorotan dalam proses seleksi calon pimpinan KPK periode 2019-2023 pasalnya ketua pansel Capim KPK menyebut pelaporan LHKPN bukan kewajiban Capim KPK ICW pun mempertanyakan komitmen pansel dalam memastikan integritas komisioner KPK ke depan. Lalu apa yang membuat pansel Calon Pimpinan KPK tidak mengharuskan pelaporan LHKPN bagi calon pimpinan KPK kali ini? lalu bagaimana publik mengukur integritas para calon pimpinan lembaga rasuah bila asal usul kekayaannya tidak diketahui? #CapimKPK #KPK #LHKPN
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Gerindra Jelaskan Maksud Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Tak Mau Kerja Sama

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com