Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Politik Megawati, 3 Warisannya yang Dipuji dan Di-bully

Kompas.com - 26/07/2019, 15:13 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

Keputusan ini kerap membuatnya di-bully. “Penjual aset negara” adalah kalimat yang kerap dilontarkan lawan-lawan politiknya untuk menyerang kredibilitas Megawati.

Outsourcing

Selain privatisasi BUMN, kebijakan lain Megawati yang kerap dipermasalahkan ialah sistem kerja alih daya atau outsourcing.

Dikutip dari buku Rapor Capres (2014), Megawati dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam lahirnya outsourcing. Kebijakan ini lahir lewat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang disahkan di era Mega.

Undang-undang itu sebenarnya sudah jelas mengatur keberadaan perusahaan penyedia tenaga kerja. Penyedia tenaga kerja yang berbentuk badan hukum wajib memenuhi hak-hak pekerja. Di dalamnya juga diatur bahwa hanya pekerjaan penunjang yang dapat dialihdayakan.

Akan tetapi, sistem ini banyak diprotes buruh lantaran dianggap tidak menjanjikan kepastian kesejahteraan buruh. Mereka tidak mendapat tunjangan pekerjaan seperti karyawan pada umumnya, dan waktu kerja tidak pasti karena tergantung kesepakatan kontrak.

Sejak maraknya praktik outsourcing, Hari Buruh yang diperingati setiap 1 Mei selalu menyertakan penghapusan outsourcing sebagai salah satu tuntutan.

Merespons derasnya kritik dari wong cilik kota ini, Mega menjanjikan akan menghapus sistem outsourcing. Janji ini diungkapkannya ketika maju sebagai capres untuk kedua kali pada 2009.

Sayang, Megawati gagal menang piplres.

Pembentukan KPK

Di antara berbagai warisannya untuk Indonesia, pendirian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah warisan yang layak dipuji.

KPK berhasil memecah kebuntuan penanganan korupsi yang mengakar di negeri ini. Sepanjang sejarahnya, KPK dengan berani menangkap banyak pejabat penting di pemerintahan hingga DPR.

Upaya pemberantasan korupsi sebenarnya telah dimulai sejak kejatuhan Soeharto. Presiden BJ Habibie membentuk berbagai komisi baru, seperti Komisi Pengawas Kekayaan Pejabat (KPKPN), Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dan Ombudsman.

Di era Presiden Abdurrahman Wahid dibentuk pula Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK). Baru di era Mega, tepatnya pada 2003 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi.

Menanggapi masih maraknya korupsi dan ketidakberhasilan pemerintah mengatasi korupsi itu, Mega mengatakan, "Masalah korupsi sepertinya saya itu heran, ini bukan seperti membalik tangan untuk diselesaikan oleh pemerintahan, yang praktis hanya punya waktu tiga tahun. Bukan saya mengatakan hal ini untuk membela diri," seperti dilansir dari harian Kompas, 23 Desember 2003.

Sebab, lanjut Mega, selama 30 tahun lalu, korupsi juga tidak bisa diatasi dengan baik.

"Ini suatu hal yang sempat saya ungkap. Kami terus berupaya menyelesaikan hal-hal itu," kata dia.

Lembaga-lembaga yang dibuat telah mencukupi. "Bahkan yang paling baru, KPK. Tetapi, ya, KPK masak terus langsung berjalan dan terus menyelesaikan segala soal," ujarnya.

Mega menilai yang penting adalah adanya kemauan politik yang kuat untuk memberantas korupsi secara terus-menerus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com