Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Kalau Diminta Jadi Menteri, Saya Tidak Menolak

Kompas.com - 18/07/2019, 12:45 WIB
Rakhmat Nur Hakim,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Kuasa hukum pasangan Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019, Yusril Ihza Mahendra, muncul dalam dokumen hoaks berisikan nama-nama menteri Jokowi di kabinet periode kedua. Dalam draf tersebut, Yusril didapuk sebagai Menteri Hukum dan HAM.

Dalam wawancara khusus bersama Kompas.com di kantornya, Jumat (12/7/2019), Yusril mengakui banyak pihak yang berspekulasi ia akan masuk ke dalam kabinet.

Namun, hingga saat ini ia dan Presiden Jokowi belum pernah membicarakan secara spesifik tentang posisinya di kabinet Jokowi-Ma'ruf. Meski demikian, ia tak akan menolak bila ditawari menjadi menteri.

Baca juga: Yusril, Habil Marati, dan Strategi Rekonsiliasi Pilpres...

"Saya sendiri enggak mengajukan apa-apa. Cuma saya pikir kalau misalkan diminta, mungkin saya tidak menolak. Karena saya melihat banyak sekali masalah yang harus ditangani," tutur Yusril.

Ia menilai banyak persoalan yang harus diselesaikan pada lima tahun ke depan di pemerintahan Jokowi, terutama di bidang hukum.

Ia mengungkapkan, sejatinya ia juga pernah diminta oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di periode kedua untuk masuk ke kabinet. Namun, Yusril menolak.

"Banyak persoalan-persoalan hukum yang sebenarnya terlewatkan sama lima tahun SBY, lima tahunnya Jokowi. 10 tahun. Kalau dulu saya masih di Setneg mungkin bisa saya teriak-teriakin Menkumhamnya," ujar Yusril.

"Apa lagi zamannya Pak Hamid Awaludin. Dengan saya kan kawan betul. Masalah yang paling pokok barang kali adalah kepastian hukum dan harmonisasi hukum. Berantakan betul," lanjut dia

Baca juga: Yusril di Antara Harapan Amnesti Kasus Makar dan Upaya Rekonsiliasi..

Yusril lantas mencontohkan keruwetan hukum di Indonesia di sektor investasi. Dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) misalnya, ia melihat program tersebut tak berjalan lantaran terhambat persoalan hukum.

Dalam program tersebut, investor asing diizinkan memiliki lahan dan mendapat tax holiday (keringanan pajak). Namun saat dijalankan ternyata tidak bisa. Sebab, Undang-undang Pokok Agraria melarang pihak asing memiliki lahan di Indonesia. Selain itu, dalam prakteknya, tax holiday tak bisa diberlakukan dalam KEK.

"Akhirnya enggak jalan. Bisa jalan tapi nabrak. Ujung-ujungnya nanti jadi korupsi, Kalau lima tahun ini dibiarin, rusak ini semua. Itu satu, dari segi investasi," ujar Yusril.

Di sisi lain, Yusril menyatakan kepastian hukum juga menjadi akibat dari carut-marutnya sistem hukum di Indonesia.

Ia menilai banyak penindakan kasus korupsi yang dipaksakan lantaran pengertian keuangan negara yang bertentangan satu sama lain.

Baca juga: Cerita Yusril di Balik Upayanya Membela HTI...

"Jadi menurut saya banyak masalah hukum. Orang asing datang ke sini bingung. Kita sendiri menegakkan hukum bingung. Masa definisi keuangan negara ada 22. Nanti terserah. Kalau KPK yang paling sadis bunyinya yang dia pakai," ujar Yusril.

Saat ditanya posisi apa yang cocok baginya di kabinet untuk membenahi persoalan hukum di Indonesia, ia mengatakan pos tersebut ada di Menteri Hukum dan HAM.

"Lebih banyak di Kumham (Hukum dan HAM)," kata Yusril. 

Kompas TV Ketua kuasa hukum capres dan cawapres Jokowi-Ma&rsquo;ruf, Yusril Ihza Mahendra yakin perkara kasasi kedua yang diajukan BPN Prabowo-Sandi akan berakhir dengan putusan tidak dapat diterima.<br /> Yusril menjelaskan bahwa perkara yang diajukan ini ke MA seminggu setelah putusan MK, atas nama ketua BPN Prabowo-Sandi, Djoko Santoso.<br /> Kemudian sudah diputuskan di MA dengan kesimpulan tidak dapat diterima.<br />
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta 'Reimburse' Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Profil Kemal Redindo, Anak SYL yang Minta "Reimburse" Biaya Renovasi Kamar, Mobil sampai Ultah Anak ke Kementan

Nasional
KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

KPK Akan Undang Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta untuk Klarifikasi LHKPN

Nasional
Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Dian Andriani Ratna Dewi Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen di TNI AD

Nasional
Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Indonesia Kutuk Perusakan Bantuan untuk Palestina oleh Warga Sipil Israel

Nasional
Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Tanggapi Polemik RUU Penyiaran, Gus Imin: Mosok Jurnalisme Hanya Boleh Kutip Omongan Jubir

Nasional
KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

KPK Sita Rumah Mewah SYL Seharga Rp 4,5 M di Makassar

Nasional
Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Sedih Wakil Tersandung Kasus Etik, Ketua KPK: Bukannya Tunjukkan Kerja Pemberantasan Korupsi

Nasional
Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Profil Indira Chunda Thita Syahrul, Anak SYL yang Biaya Kecantikan sampai Mobilnya Disebut Ditanggung Kementan

Nasional
Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Cak Imin: Larang Investigasi dalam RUU Penyiaran Kebiri Kapasitas Premium Pers

Nasional
Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Mantan Pegawai Jadi Tersangka, Bea Cukai Dukung Penyelesaian Kasus Impor Gula Ilegal

Nasional
Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Temui Jokowi, GP Ansor Beri Undangan Pelantikan Pengurus dan Bahas Isu Kepemudaan

Nasional
Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Grace Natalie dan Juri Ardiantoro Akan Jalankan Tugas Khusus dari Jokowi

Nasional
Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Jadi Saksi Karen Agustiawan, Jusuf Kalla Tiba di Pengadilan Tipikor

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Sita 66 Rekening, 187 Tanah, 16 Mobil, dan 1 SPBU

Nasional
Mengganggu Pemerintahan

Mengganggu Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com