Hingga amandemen keempat UUD 1945 pada 2002, Ketetapan MPR ini masuk klasifikasi sebagai Ketetapan MPR yang tetap berlaku hingga terbentuknya UU.
Ketiga, sebagai pengganti Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 lahir UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 2004 menyatakan, Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara.
Ditambah pula dalam Penjelasan Pasal 2 UU Nomor 10 Tahun 2004, penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, yang menempatkan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, sehingga setiap materi muatan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
Keempat, UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai pengganti UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 2 UU Nomor 12 Tahun 2011 dinyatakan, kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum dan dasar negara dikuatkan kembali (Basarah, 2017).
Dengan berbagai penegasan yuridis atas status Pancasila sebagai dasar negara ini, pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila tidak ada di dalam peraturan perundang-undangan kita kandas sudah.
Oleh karena itu, pandangan yang menyatakan bahwa Pancasila inkonstitusional karena ia tidak ada di dalam konstitusi kita, juga tidak tepat. Pancasila memang terletak di atas konstitusi, agar ia tidak bisa diganti.
Inilah arti status Pancasila sebagai dasar negara yang final.
Pertanyaannya, di manakah letak terpenting Pancasila dalam kehidupan bangsa sehingga ia tidak tergantikan? Jawabannya, di dalam statusnya sebagai hasil kesepakatan para pendiri bangsa.
Kesepakatan inilah yang membuat Pancasila menjadi norma dasar konstitusi dan hukum kita.
Dalam rangka menghormati hasil kesepakatan tersebut, organisasi seperti Muhammadiyah mengakui Negara Pancasila sebagai dar al-‘ahdi wa al-syahadah, negara hasil kesepakatan dan persaksian.
Pengakuan itu ditetapkan dalam Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar yang berlangsung pada 3-7 Agustus 2015.
Pengakuan serupa juga dilakukan oleh Nahdlatul Ulama (NU) pada Munas Alim Ulama di Situbondo pada 1983.
Pengakuan kedua organisasi itu selaras dengan keyakinan yang melandasi pergerakannya, yakni ajaran Al Quran, seperti QS Al Maidah ayat 1 dan QS Al Isra:34 yang memerintahkan orang-orang beriman untuk menerima hasil kesepakatan dan memenuhi janji.
Terlebih lagi, Pancasila juga memuat prinsip tauhid dalam teks Ketuhanan yang Maha Esa, sebagaimana fondasi dari segala sumber ajaran agama.
Tabik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.