JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia meminta Polri transparan dalam menangani 10 anggota Brimob yang dihukum karena mengeroyok warga di Kampung Bali pada 23 Mei 2019 lalu.
Manajer Riset Amnesty International Indonesia Papang Hidayat mengatakan, Polri harus transparan supaya masyarakat dapat memastikan bahwa 10 anggota Brimob yang dihukum adalah benar-benar pelaku yang mengeroyok warga.
"Kita pengin tahu proses mereka itu seperti apa, apakah betul 10 orang itu adalah yang bertanggung jawab, kita tak tahu karena prosesnya tertutup," kata Papang di Kantor Ombudsman RI, Rabu (10/7/2019).
Baca juga: Ombudsman Akan Panggil Polri soal Kerusuhan 21-22 Mei
Papang menuturkan, Amnesty mendapat temuan bahwa tidak ada satu pun saksi mata peristiwa pengeroyokan itu yang dilibatkan dalam proses internal Kepolisian.
Papang khawatir 10 anggota Brimob yang dijatuhi hukuman ditunjuk menjadi pelaku hanya karena desakan publik supaya polisi segara mengungkap kasus tersebut.
"Jangan sampai karena tekanan publik dan media keras jadi sudah cepat hukum dulu secara internal. Itu kan juga kasihan buat mereka yang dikenai sanksi internal," kata Papang.
Papang pun mempertanyakan seberapa besar kesalahan mereka hingga dihukum secara pukul rata yaitu kurungan selama 21 hari.
Diberitakan sebelummya, Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan, ada 10 anggota Brimob yang dikenai sanksi internal karena terbukti melakukan pelanggaran saat mengeroyok warga di Kampung Bali.
Baca juga: Terbukti Lakukan Kekerasan pada 21-22 Mei, 10 Brimob Dijatuhi Sanksi