KONTESTASI pemilihan presiden telah usai dengan ditetapkannya Presiden Terpilih 2019-2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 30 Juni 2019 lalu.
Tugas berat dan mendesak berikutnya yang harus dilakukan oleh presiden terpilih adalah menyatukan kembali masyarakat yang terpolarisasi karena perbedaan pilihan politik pada Pilpres 2019.
Mendesaknya langkah ini tercermin dari jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas pada 26-27 Juni 2019. Dari 545 responden di 16 kota besar, sebanyak 84 persen menyatakan menyatukan masyarakat yang terpolarisasi merupakan hal yang mendesak.
Rekonsiliasi yang terjadi antara Joko Widodo dan Prabowo Subianto dipercaya menjadi obat mujarab untuk merujukkan masyarakat di tingkat akar rumput.
Berbagai upaya untuk terjadinya pertemuan dengan Prabowo, sebagai bagian dari rekonsiliasi, telah dilakukan oleh pihak Joko Widodo bahkan sejak selesainya pencoblosan pada 17 April 2019 silam.
Namun tampaknya upaya ini belum mendapat sambutan yang menggembirakan dari Prabowo dan Gerindra.
Sebagai motor koalisi pendukung Prabowo Subianto, Partai Gerindra menyatakan pertemuan tersebut hanyalah masalah waktu dan akan terjadi.
Meski demikian, para elite Gerindra memiliki sikap beragam mengenai perlu tidaknya pertemuan antara kedua tokoh sentral pada pilpres 2019 tersebut.
Sebagian mempertanyakan alasan pertemuan karena selama ini tidak ada permusuhan antara Prabowo dan Jokowi. Meskipun berkontestasi pada pilpres, keduanya tetap akur dalam hubungan pribadi.
Konteks rekonsiliasi pun memunculkan berbagai spekulasi. Munculnya isu tawaran-tawaran politik dari Jokowi kepada Prabowo dinilai sebagai bagian dari upaya rekonsiliasi antarkedua kubu.
Berbagai tawaran yang berhembus tersebut mulai dari posisi di kabinet, pimpinan MPR, hingga wantimpres.
Para elite koalisi Jokowi pun tidak menampik kemungkinan tawaran kepada Gerindra dan Prabowo. Sementara elite Gerindra mengakui telah terjadi komunikasi antara kedua pihak, namun membantah jika ada tawaran yang dilontarkan.
Di sisi lain, Presiden Terpilih Joko Widodo dalam pidatonya pada sidang penetapan presiden terpilih di KPU menyatakan mengajak Prabowo-Sandi untuk bersama-sama membangun bangsa.
Dalam wawancara dengan Harian Kompas pada Senin (1/7/2019) lalu, Jokowi mengatakan pihaknya terbuka untuk siapa pun yang ingin bekerja sama memajukan negara ini.
Pernyataan Jokowi ini secara umum ditafsirkan sama oleh kalangan elite politik, yakni ajakan untuk bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.
Namun, respons beragam muncul dari para elite politik, baik di dalam koalisi Jokowi maupun di parpol bekas anggota koalisi Prabowo.
Ajakan untuk bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah ini akan dibahas mendalam pada talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (3/7/2019), yang disiarkan secara langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.
Selain mewujudkan rekonsiliasi bangsa, hal mendesak lainnya yang harus dilakukan oleh presiden terpilih, yakni merumuskan kabinet koalisi yang kuat, juga akan dibahas pada panggung Satu Meja The Forum.
Respons terhadap ajakan kepada partai-partai politik bekas anggota koalisi Prabowo mendapat tanggapan beragam di kalangan elite politik, bahkan di dalam koalisi pendukung Jokowi sekalipun.
Sebagian elite Koalisi Indonesia Kerja menyatakan bahwa opsi kerja sama terbuka untuk dibicarakan untuk semua tataran, mulai dari tataran visi misi, kerja sama dukungan di parlemen, hingga bergabung dalam kabinet.
Meski demikian, opsi terakhir diserahkan kepada presiden yang memiliki hak prerogatif untuk menunjuk anggota kabinet.
Adapun Partai Nasdem menolak penambahan anggota dalam koalisi pendukung pemerintah. Politisi Nasdem, Taufiqulhadi, beralasan fungsi check and balances tidak akan berjalan dengan baik jika semua parpol bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.
Sementara partai-partai bekas anggota koalisi Prabowo masih menunjukkan sikap malu-malu terhadap tawaran untuk bergabung dalam koalisi pemerintah. Gerindra dan PAN menyatakan sikap politik mereka akan ditentukan melalui mekanisme internal partai.
Keduanya tidak secara tegas mengatakan menutup opsi terhadap ajakan bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.
Adapun PKS, yang juga menyatakan menunggu musyawarah majelis syuro untuk menentukan sikap, lebih lantang menyuarakan agar partai-partai pendukung Prabowo pada Pilpres 2019 tetap berada di luar pemerintahan sebagai kekuatan penyeimbang bagi pemerintah.
Merumuskan kabinet yang kuat dan efektif akan menjadi tantangan bagi presiden terpilih. Tidak dapat dipungkiri, akomodasi terhadap kekuatan-kekuatan politik pendukung tetap harus dilakukan.
Dalam wawancara dengan Harian Kompas, Presiden Terpilih Joko Widodo menyatakan dirinya tidak bicara politisi atau profesional dalam penyusunan kabinet yang akan datang. Menurut Jokowi, banyak sosok dari partai politik yang memiliki kapasitas profesional.
Dalam menyusun kabinet tersebut, ia mengatakan akan berkonsentrasi dulu dengan kalangan internal koalisi.
“Kalau nanti ada yang baru (mau) masuk, sedang saya tata. Tapi, kita terbuka,” kata Jokowi.
Untuk mengisi kabinet baru tersebut, Jokowi menyatakan akan banyak diwarnai oleh sosok muda. Bahkan ia mengatakan bisa saja ada menteri usia 20-25 tahun.
Seperti apa wajah Kabinet Jokowi Jilid II, saksikan perbincangannya di panggung Satu Meja The Forum, Rabu (3/7/2019).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.