Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Menag Lukman soal Uang Rp 10 Juta dari Haris yang Tak Segera Dikembalikan Ajudan

Kompas.com - 26/06/2019, 16:05 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin mengetahui Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin menitipkan uang melalui ajudannya.

Ia mendapatkan informasi dari ajudannya bahwa uang yang dititipkan sebesar Rp 10 juta.

Hal itu diutarakan Lukman saat bersaksi untuk terdakwa Haris di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (26/6/2019).

"Oh yang Rp 10 juta, kejadian itu tanggal 9 Maret 2019 ada kegiatan di Pesantren Tebu Ireng, kegiatan kerja sama Tebu Ireng dengan Kementerian Kesehatan terkait isu kesehatan bagi pondok pesantren. Saya hadir selaku narasumber hari Sabtu, 9 Maret. Sore hari saya kembali ke Jakarta," kata Lukman di persidangan.

Baca juga: Saksi Mengaku Diperintah Haris Hasanuddin Kumpulkan Uang untuk Rombongan Menag Lukman

Sesampainya di rumahnya di Jakarta, selepas Magrib ajudannya mengatakan, ada titipan dari Haris. Ajudan Lukman mengatakan, Haris menyebut titipan itu sebagai uang honor tambahan.

Mendengar informasi itu, Lukman merasa dirinya tidak berhak menerima uang itu. Sebab, ia sudah mendapatkan honor perjalanan dinas.

Selain itu, ia merasa tidak layak menerima lantaran kegiatan itu juga merupakan acara Kementerian Kesehatan.

Saat itu pula, ia memerintahkan ajudannya untuk segera mengembalikan uang itu kepada Haris.

"Jangankan menerima. Menyentuh saja uang yang konon Rp 10 juta itu tidak saya lakukan. Karena saya langsung meminta untuk dikembalikan. Nah sayangnya, ajudan saya ini pekan berikutnya tidak punya kesempatan mengembalikan uang Rp 10 juta ke Haris. Ini belakangan baru saya ketahui sampai terjadi peristiwa OTT itu," kata Lukman.

Baca juga: Menag Lukman, Khofifah dan Romahurmuziy Dijadwalkan Bersaksi di Pengadilan Tipikor

Ia pun baru mengetahui pada 22 Maret 2019 bahwa ajudannya masih menyimpan uang itu. Lukman mengaku terkejut dan mempertanyakan alasan ajudannya tak kunjung mengembalikan uang tersebut.

"Ya dijawab, karena selama sepekan kemarin saya mendampingi Bapak. Memang kenyataannya itu dia tidak punya kesempatan mengembalikan itu ke Saudara Haris sampai terjadi peristiwa OTT itu. Karena saya baru tahu 22 Maret uang itu masih ada di tangan ajudan, maka saya berpikir memutuskan uang itu saya laporkan sebagai gratifikasi kepada KPK," kata dia.

Setelah mendengar kesaksian Lukman, jaksa KPK pun menanyakan apakah dirinya menerima pemberian lain baik berupa uang atau fasilitas tertentu seperti penginapan di hotel dari Haris, selama berkunjung di Jawa Timur.

Baca juga: Menag Lukman Hakim dan Khofifah Tak Hadiri Panggilan Bersaksi di Sidang Kasus Romahurmuziy

"Tidak ada. Terkait hotel saya juga tidak tinggal di hotel karena saya tiba di Bandara Juanda dari Jakarta langsung ke Tebu Ireng, saya langsung ke Juanda lagi dan kembali ke Jakarta," ujar Lukman.

Dalam kasus ini, Haris didakwa menyuap mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy atau Romy dan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Haris memberikan uang Rp 325 juta kepada Romy dan Lukman Hakim.

Menurut jaksa, pemberian uang itu patut diduga karena Romy dan Lukman Hakim melakukan intervensi baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses pengangkatan Haris sebagai Kepala Kanwil Kemenag Jatim.

Sebab, Haris saat itu tak lolos seleksi karena ia pernah dijatuhi sanksi hukuman disiplin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com