JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar hukum pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Miko Ginting, menilai, pemerintah perlu menggunakan pendekatan pelayanan kesehatan dalam penanganan kasus penyalahgunaan narkotika.
"Penegakan hukum pidana harus dikesampingkan, toh selama ini sudah tidak terbukti penegakan hukum pidananya tidak berhasil, yang harus diutamakan sebagai solusi tunggal adalah pelayanan kesehatan. Saya kira itu jadi penting diambil pemerintah," kata Miko saat ditemui di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (23/6/2019).
Untuk saat ini, kata dia, pendekatan pidana akan selalu lebih unggul dibanding pendekatan kesehatan.
Pasalnya, pendekatan hukum pidana memiliki sumber daya yang lebih besar, seperti banyaknya aparat penegak hukum.
Padahal, Miko melihat, seringkali penjatuhan pidana penjara kepada pengguna narkoba didasari pada argumen yang kurang logis dikarenakan adanya penghakiman dari aparat penegak hukum.
"Dalam beberapa kasus narkotika saya kira juga perlu diukur ada judgement, penghakiman, sebelum persidangan bahwa pengguna narkotika itu bersalah," ujar Miko.
"Oleh karena itu, banyak sekali dalam beberapa putusan itu sebenarnya kita tidak melihat argumentasi yang cukup logis untuk memberikan pidana penjara kepada pengguna narkotika," sambungnya.
Miko menyebutkan, salah satu bentuk layanan kesehatan tersebut berupa rehabilitasi. Namun, salah satu catatannya terkait rehabilitasi adalah adanya oknum yang menyalahgunakan.
Akses rehabilitasi tersebut terkadang hanya dapat diakses oleh orang tertentu yang memiliki uang.
Selain itu, Miko juga menyebutkan soal akses ketersediaan narkotika oleh negara sebagai bentuk layanan kesehatan.
"Tapi misalnya pendekatan layanan kesehatannya bisa mengakses narkotika tapi diatur gramaturnya, frekuensinya, dan itu disediakan oleh negara. Ini paling tidak di Portugal menunjukkan angka prevalensi pengguna narkotika menurun," ungkap dia.
Pengedar dan pengguna
Miko juga menyoroti peraturan yang tidak memberi perbedaan jelas antara pengedar dan pengguna narkotika.
Miko merujuk pada unsur "memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika" pada Pasal 111 dan 112 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2019 tentang Narkotika.
"Jadi dalam pasal 111, 112 UU Narkotika itu kan disebutkan bahwa pengguna narkotika itu punya unsur meyimpan, menguasai, dan memiliki, kemudian menyediakan, dan seterusnya, nah ketiga unsur ini membuat pengguna narkotika itu tidak ada bedanya dengan pengedar," kata Miko.