Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangani Sengketa Pilpres, Hakim MK Diingatkan Kedepankan Integritas

Kompas.com - 13/06/2019, 17:52 WIB
Abba Gabrillin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harapan akan lembaga peradilan yang bersih dan adil serta terbebas dari praktik suap masih terus digantungkan. Demikian pula harapan terhadap Mahkamah Konstitusi yang akan menggelar sidang sengketa hasil pemilu.

Direktur Advokasi Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Oce Madril mengatakan, masyarakat berharap 9 hakim konstitusi yang akan mengadili perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk calon presiden dan wakil presiden pada Pemilu 2019 mengedepankan integritas.

"Jika ada yang melanggar integritas dan menjurus dalam perilaku koruptif dalam perkara ini, maka pertaruhannya adalah Pemilu 2019," ujar Oce kepada Kompas.com, Kamis (13/6/2019).

Baca juga: Ketum Sebut Golkar Akan Bahas Jatah Kursi Menteri Usai Putusan MK

Menurut Oce, melalui penyelesaian sengketa pemilu, MK juga ikut berperan menjaga kualitas hasil pemilihan umum.

Jika hakim konstitusi menunjukkan integritas, maka hasil putusan akan kredibel dan diterima oleh masyarakat.

Hakim-hakim MK diminta belajar dari pengalaman M Akil Mochtar dan Patrialis Akbar.

Kedua hakim yang diberi amanah sebagai penjaga konstitusi itu justru mencederai kepercayaan publik karena terlibat kasus korupsi.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pernah mengadili mantan Ketua MK M Akil Mochtar. Akil terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa pilkada dalam dakwaan kesatu.

Baca juga: Jumat Besok, Seluruh Komisioner KPU Bakal Hadir di Sidang Pendahuluan Sengketa Pilpres di MK

Pertama, Pilkada Kabupaten Gunung Mas sebesar Rp 3 miliar dan Kalimantan Tengah Rp 3 miliar. Kemudian, Pilkada Lebak di Banten Rp 1 miliar, Pilkada Empat Lawang Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS. Selain itu, Pilkada Kota Palembang sekitar Rp 3 miliar.

Atas perbuatan itu, Akil dihukum penjara seumur hidup. Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding yang diajukan Akil Mochtar dan menyatakan Akil tetap mendapatkan hukuman seumur hidup.

Pendapat yang sama juga dinyatakan Mahkamah Agung. MA menolak kasasi yang diajukan Akil dan tetap menguatkan hukuman penjara seumur hidup.

Patrialis adalah Hakim Konstitusi kedua yang berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Patrialis Akbar divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 3 bulan kurungan.

Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa uang pengganti sebesar 10.000 dollar AS dan Rp 4.043.000, atau sama dengan jumlah suap yang diterima Patrialis.

Baca juga: Hadapi Gugatan Prabowo di MK, Tim Hukum Jokowi Serahkan Satu Boks Berkas Jawaban

Patrialis terbukti menerima suap dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman dan stafnya Ng Fenny. Patrialis dan orang dekatnya Kamaludin menerima Rp 50.000 dollar AS, dan Rp 4 juta.

Keduanya juga dijanjikan uang sebesar Rp 2 miliar dari Basuki.

Uang tersebut diberikan agar Patrialis membantu memenangkan putusan perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 terkait uji materi atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam upaya untuk memengaruhi putusan uji materi, Basuki dan Fenny menggunakan pihak swasta bernama Kamaludin yang dikenal dekat dengan Patrialis Akbar. Dalam penyerahan uang kepada Patrialis, kedua terdakwa juga melibatkan Kamaludin.

"Beberapa pengalaman masa lalu itu bisa menjadi pelajaran bagi hakim MK, supaya para hakim bisa lebih mawas diri," kata Oce.

Baca juga: 9 Hakim MK Diyakini Netral Tangani Gugatan Pilpres 2019

Menurut Oce, celah untuk praktik korupsi selalu bisa muncul dalam perkara apapun. Apalagi, perkara itu terkait kepentingan politik dan melibatkan banyak pihak.

Oce meminta para hakim untuk siap menahan diri dan mengantisipasi intervensi dari pihak manapun.

Menurut Oce, integritas hakim perlu dijaga tak hanya dalam menangani sengketa pilpres, tetapi berbagai perkara yang masuk ke MK.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com