Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
5. Perbaikan layanan publik secara online.
6. Menekan terjadinya konflik sosial, aksi teroris, kejahatan konvensional yang meresahkan masyarakat.
7. Babinkhatibmas harus mengetahui secara dini potensi konflik sosial yang ada di wilayahnya.
8. Sat intel harus tahu secara dini potensi konflik dengan *TNI selesaikan sebelum potensi konflik menjadi besar*".
Kepala Biro Pelayanan Masyarakat (Karopenmas) Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan bahwa pesan tersebut tidak benar alias hoaks.
"Pesan yang mengatasnamakan Kapolri itu hoaks. Beredar melalui WA dan diviralkan di medsos," ujar Dedi saat dihubungi Kompas.com , Kamis (13/6/2019).
Dedi mengungkapkan, awalnya pesan tersebut diterima oleh pihak Kepolisian sejak Senin (10/6/2019).
Ia juga mengatakan, istilah Democratic Policing bukan bermakna TNI tunduk pada hukum kepolisian.
"Democratic Policing maksudnya pemolisian masyarakat di era demokrasi dengan ciri-ciri bahwa Polri menjunjung tinggi supremasi hukum, hak asasi atau sebagian hak-hak sipil, dan mengamankan nilai-nilai demokratis," ujar Dedi.
Menurut Dedi, hingga saat ini tim siber masih mendalami akun-akun penyebar konten-konten hoaks tersebut.
Sementara itu, bantahan juga dituliskan oleh admin Instagram Divisi Humas Polri.
"Kapolri, Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D., tidak pernah mengeluarkan Arahan dalam bentuk brodcast tersebut. Bagi penyebar berita atau konten hoax dapat dipidana sesuai dengan UU ITE Nomor. 19 Tahun 2016 dan UU Nomor. 1 Tahun 1946 dengan ancaman hukuman sampai 10 tahun," tulis admin Divisi Humas Polri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.