JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari merasa pihaknya dituduh tidak cermat dalam proses verifikasi pencalonan presiden dan wakil presiden.
Hal ini berkaitan dengan tudingan Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga (BPN) Bambang Widjojanto yang menyebut bahwa nama Ma'ruf Amin masih tercatat sebagai pejabat di BNI Syariah dan Mandiri Syariah. Sehingga, seharusnya Ma'ruf tak lolos verifikasi oleh KPU.
"Tuduhan itu sama dengan menuduh bahwa KPU ketika proses pencalonan itu tidak hati-hati, tidak cermat, kira-kira begitu kan. Ini perlu kami klarifikasi sekarang," kata Hasyim di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
Baca juga: KPU: Keberatan Tim Prabowo-Sandi Baru Disampaikan Sekarang, kan Jadi Pertanyaan...
Menurut Hasyim, pihaknya melakukan verifikasi dan penelitian administrasi pada masa pendaftaran calon.
Sejak awal pun KPU telah mengetahui kedudukan Ma'ruf Amin di kedua bank tersebut sebagai Dewan Pengawas Syariah sehingga KPU mengklarifikasi ke lembaga-lembaga terkait.
Hasilnya, didapati bahwa Bank BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah adalah anak perusahaan, bukan merupakan BUMN atau BUMD.
Baca juga: Soal Jabatannya di BUMN, Maruf Amin Sebut Dirinya Bukan Karyawan
Oleh karenanya, KPU kemudian menyatakan Ma'ruf Amin memenuhi syarat sebagai cawapres, karena yang bersangkutan tak menjabat di BUMN atau BUMD.
"KPU dalam ruangan itu juga menggunakan kesempatan melakukan klarifikasi ke sana ke mari kepada lembaga-lembaga yang punya otoritas untuk menentukan itu," ujar Hasyim.
Hasyim justru mempertanyakan jika ada pihak-pihak yang keberatan dengan lolosnya Ma'ruf Amin sebagai cawapres dengan jabatan yang bersangkutan sebagai Dewan Pengawas Syariah di di BNI Syariah dan Mandiri Syariah.
"Kalau kemudian keberatan baru disampaikan sekarang kan jadi pertanyaan," katanya.
Baca juga: Beda Pendapat soal Maruf Amin dan Status Anak Usaha BUMN
Sebelumnya, Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Bambang Widjojanto yang menyebut bahwa nama Ma'ruf Amin masih tercatat sebagai pejabat di BUMN. Padahal, hal tersebut bertentangan dengan Pasal 227 huruf p Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal tersebut menyatakan bahwa saat pendaftaran, bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden harus menyertakan surat pernyataan pengunduran diri dari karyawan atau pejabat badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.
"Kami cek berulang kali dan memastikan kalau ini ada pelanggaran yang sangat serius. Nah inilah yang mungkin menjadi salah satu yang paling menarik," ujar Bambang usai menyerahkan berkas perbaikan permohonan sengketa hasil pemilu presiden ke Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (10/6/2019).