Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Gerindra Bentuk TGPF Rusuh 22 Mei Dianggap Delegitimasi Polri dan Komnas HAM

Kompas.com - 29/05/2019, 18:14 WIB
Kristian Erdianto,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Arsul Sani menilai, pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF) independen kerusuhan 22 Mei berpotensi mendelegitimasi Polri sebagai institusi penegak hukum dan Komnas HAM sebagai lembaga independen.

Pembentukan TGPF diusulkan Gerindra untuk menginvestigasi dugaan kekerasan yang dilakukan oleh aparat saat menangani demonstrasi hasil Pilpres 2019 di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang berakhir ricuh.

"Nah, karena kalau belum apa-apa itu sudah langsung setiap saat dibentuk TGPF, nanti di negara ini apalagi kalau tanpa standar nanti ada institusi resmi terdelegitimasi dong," ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/5/2019).

Menurut Arsul ,seharusnya seluruh pihak mendorong Polri dan Komnas HAM menjalankan kewenangannya dalam mengusut kerusuhan yang terjadi.

Baca juga: Usul Gerindra Bentuk TGPF Kerusuhan 22 Mei Dinilai Prematur

Kinerja kedua lembaga tersebut juga dapat diawasi oleh masyarakat dan DPR.

Jika hasil investigasi dinilai tidak komprehensif maka Komisi III dapat memanggil Kapolri dalam rapat kerja pengawasan.

"Kan ada kepolisian, ada Komnas HAM. Biarkan mereka ini bekerja sesuai dengan kewenangannnya masing-masing dulu diawasi oleh seluruh masyarakat dan DPR juga. Harusnya yang kita dorong lembaga-lembaga itu bekerja dengan kewenangannya masing-masing," kata Arsul.

Selain itu, kata Arsul, tidak ada dasar hukum maupun standar dalam membentuk TGPF. Artinya, hasil temuan TGPF belum tentu dapat dilanjutkan dengan proses hukum.

"Kan kita ini tidak punya standar dan dasar hukumnya (pembentukan TGPF)," tutur Sekjen PPP itu.

Baca juga: Politisi PDI-P Nilai Pembentukan TGPF Kerusuhan 22 Mei Rawan Politisasi

Sebelumnya, anggota Fraksi Partai Gerindra Sodik Mudjahid mengusulkan agar DPR membahas pembentukan TGPF independen terkait kerusuhan yang terjadi pasca-demonstrasi hasil pilpres pada 22 Mei lalu di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta Pusat.

Menurut Sodik, DPR harus mendesak pemerintah segera membentuk TGPF untuk menginvestigasi peristiwa kerusuhan yang telah menimbulkan korban jiwa.

Usul tersebut ia sampaikan saat mengajukan interupsi dalam Rapat Paripurna ke-18 DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (28/5/2019).

"Kami mengusulkan ada agenda pembahasan ini untuk mendesak pemerintah membentuk tim independen gabungan pencari fakta," ujar Sodik.

Wakil Ketua Komisi VIII itu menilai, peristiwa kerusuhan pada 22 dapat dikategorikan sebagai bencana nasional.

Dengan demikian, DPR harus mengambil sikap dan mendesak pembentukan TGPF untuk mengungkap peristiwa kerusuhan itu.

Di sisi lain, kata Sodik, banyak kasus-kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang hingga kini belum dituntaskan.

Ia mencontohkan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir, kasus Novel Baswedan dan kasus penembakan mahasiswa Trisakti 1998. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com