Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bima Arya
Wali Kota Bogor

Wali Kota Bogor, Mahasiswa Hubungan Internasional Universits Parahyangan Angkatan 1991

Mas Bob dan Moralitas Politik

Kompas.com - 28/05/2019, 15:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KABAR duka begitu menyentak jam 7 pagi tadi. Bob Sugeng Hadiwinata, dosen idola di Hubungan Internasional Universitas Parahyangan, meninggal dunia.

Di tengah rasa sedih yang tiba-tiba menyeruak, ingatan saya terbawa mundur jauh di suatu kelas di kampus Unpar di tahun 1993. Mas Bob, begitu ia biasa disapa, tengah bercerita di depan kelas.

Alkisah di suatu pesta, tutur Mas Bob, tamu-tamu berdatangan dengan membawa penganan kesukaan masing-masing, karena memang itu yang tertera dalam aturan undangan. BYO, Bring Your Own. Pesta ala gotong royong, sumbangan ramai-ramai untuk persaudaraan dan kebersamaan.

Tamu-tamu membawa masing-masing gelas bir untuk dituangkan di gentong besar dan dinikmati bersama.

Namun, di tengah-tengah pesta, ada orang-orang yang datang dengan gelas yang hanya diisi oleh air putih biasa. Niatnya hanya satu: numpang bersenang tanpa ikuti aturan dan enggan menyumbang.

Orang-orang inilah yang sering diistilahkan "free rider", penumpang gelap. Kata Mas Bob kemudian, "Dalam dunia politik, selalu saja ada orang-orang yang menunggangi keadaan demi kepentingannya."

Ya, analogi itu pertama saya dengar di ruang kelas Mas Bob di mata kuliah Masalah Negara Berkembang.

Mas Bob menjelaskan dengan gaya yang khas, baju tangan panjang yang tergulung sambil sesekali membetulkan letak kacamatanya yang sebetulnya tidak terlihat miring.

Mas Bob memang dosen idola. Kuliahnya memesona. Selalu trampil untuk membuat hal rumit jadi sederhana.

Teori-teori canggih dalam Hubungan Internasional yang sering buat mahasiswa pusing, jadi terdengar mengasyikkan.

Mas Bob sangat hafal tidak saja lika-liku pemikiran para filsuf dan teoritisi HI, tapi bahkan juga hingga sisi unik dari pribadi para tokoh tersebut. Mas Bob begitu total dan masuk ke dalam dunia ilmu dengan caranya.

Cerita Mas Bob tentang Herbert Feith, seorang Indonesianis bersahaja dan dosen beliau di Monash University di Melbourne, lah yang membawa saya "merantau" ke kampus yang sama untuk studi pascasarjana tahun 1997.

Adalah Mas Bob, yang pada tahun 1990-an tampil di berbagai media cetak dengan pemikiran dan tafsirnya atas teori "Post-Modernism" yang sedang hits saat itu.

Mas Bob menulis di mingguan Tempo dalam artikel berjudul "Pasca-modernisme nya Kang Prasojo".

Artikel ini top, menurut saya. Mas Bob dengan santai beragumen bahwa sejatinya post-modernism yang disebut-sebut para pemikir dunia sebagai dekonstruksi teori-teori mapan di jagat ilmu sesungguhnya sudah lama dipraktikkan rakyat jelata di Jawa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Shalat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Shalat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet pada Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com