JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno memaparkan sejumlah dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019 saat bertemu sejumlah wartawan media asing.
Pertemuan itu digelar di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Senin (6/5/2019) sore.
Sandiaga mengatakan, bukti-bukti mengenai dugaan kecurangan itu ia temui secara nyata di lapangan.
Ia mencontohkan bukti yang ditemukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menangkap politisi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso. KPK menyita 400.000 amplop yang diduga akan digunakan untuk "serangan fajar".
Baca juga: Sandiaga: Ibu-ibu Ini Mama-mama Online, Harus Bisa Jualan Online
"Semua ini adalah fakta. Politik uang, KPK menemukan 400.000 amplop yang diisi uang untuk dipakai sebagai serangan fajar, ini bisa dibilang money politics," ujar Sandiaga seperti dikutip dari keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (7/6/2019).
Selain itu, lanjut Sandiaga, selama masa kampanye pasangan calon nomor urut 02 selalu kesulitan untuk mendapatkan izin berkampanye.
"Saya mengalami itu sendiri. Kadang-kadang saya dapat kabar yang tiba-tiba bahwa izin kampanye dicabut begitu saja, atau izin yang harusnya dikasih, ternyata tidak dikasih jadi harus berubah tempat di menit-menit terakhir. Alat peraga kampanye juga banyak dirusak," kata Sandiaga.
Baca juga: Jadi Terdakwa, Kader Gerindra Bantah Lakukan Politik Uang di Masjid
Sandiaga mengatakan, indikasi kecurangan yang terjadi telah mencederai proses demokrasi. Akibatnya pemilu tidak berjalan secara demokratis.
Sementara, rakyat menghendaki pesta demokrasi yang berlangsung jujur dan adil.
"Selama 10 hari ke belakang, saya sudah keliling beberapa provinsi. Saya kira sudah sangat jelas, dan rakyat sudah berbicara lantang bahwa mereka menginginkan perubahan. Rakyat juga menginginkan pemilu yang jujur dan adil," ucap mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu.