Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti "Quick Count", Polemik Pasca-Putusan MK...

Kompas.com - 16/04/2019, 15:36 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Bayu Galih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Penyelenggaraan pemilu ataupun pilkada selalu diikuti dengan kegiatan hitung cepat hasil pemungutan suara, atau biasa disebut quick count.

Quick count berfungsi untuk mengetahui hasil penghitungan suara dengan segera, sehingga bisa menjawab rasa penasaran publik tentang hasil pemilu yang mereka ikuti. Wajar, sebab hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan selesai pada akhir April atau bahkan Mei 2019.

Untuk itu, keberadaan quick count banyak bermunculan. Pada pemilu kali ini, terdapat 40 lembaga yang telah lolos verifikasi KPU dan diberi kewenangan untuk melakukan penghitungan cepat.

Komisioner KPU Wahyu Setiawan memberikan data 40 lembaga tersebut. Beberapa di antaranya adalah Lingkaran Survey Indonesia, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Poltracking Indonesia, termasuk Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas.

Baca juga: Ini Daftar 40 Lembaga yang Akan Gelar Quick Count Pemilu 2019

Kompas.com juga akan turut menampilkan hasil quick count yang dilakukan oleh lima lembaga, yaitu Litbang Kompas, Indobarometer, Charta Politika, Poltracking Indonesia, dan Indikator Politik Indonesia.

Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho menyebut hal ini sebagai upaya untuk melayani kepentingan masyarakat.

"Kompas.com hendak melayani kepentingan publik untuk mengetahui hasil pemilu melalui hitung cepat lima lembaga kredibel dengan metodologi ilmiah,” kata Wisnu, Selasa (16/4/2019).

Uji materi

Namun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan terkait kegiatan publikasi quick count. MK memutuskan publikasi hasil penghitungan cepat baru bisa dilakukan media penyiaran dua jam setelah pemilihan di Indonesia bagian barat usai atau pukul 15.00 WIB.

Sebelumnya, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) mengajukan gugatan uji materi kepada MK terkait penayangan hasil hitung cepat.

Mereka menilai terdapat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang perlu ditelaah ulang. Terutama terkait publikasi hitung cepat dua jam setelah proses pemungutan suara di daerah zona WIB berakhir dan larangan menampilkan survei di masa tenang.

ATVSI dan AROPI dan menilai dua hal itu bertentangan dengan pasal 28E ayat (3) dan pasal 28F UUD 1945 tentang hak masyarakat menyampaikan dan menerima informasi.

Namun, gugatan itu sepenuhnya ditolak.

Baca juga: Putusan MK, Quick Count Baru Bisa Dipublikasikan Pukul 15.00 WIB

Sidang putusan uji materi terkait aturan publikasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) pada Pemilu 2019, Selasa (16/4/2019), di Gedung MK, Jakarta Pusat.KOMPAS.com/Ihsanuddin Sidang putusan uji materi terkait aturan publikasi hasil survei dan hitung cepat (quick count) pada Pemilu 2019, Selasa (16/4/2019), di Gedung MK, Jakarta Pusat.
Hakim MK Enny Nurbaningsih mengungkapkan alasan di balik keputusan ini. Ia menyebut, upaya ini harus dilakukan demi melindungi suara masyarakat yang belum datang ke TPS dan menjatuhkan pilihannya.

"Kendatipun terdapat batas waktu paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat untuk mengumumkan atau menyampaikan prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu. Hal demikian hanyalah menunda sesaat hak dimaksud demi alasan yang jauh lebih mendasar yaitu melindungi kemurnian suara," kata Enny.

Selain itu, hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga sangat rentan terhadap kesalahan, karena tingkat akurasi yang tidak 100 persen. Artinya, masih ada angka margin of error dari metode penghitungan yang dilakukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

PSI Buka Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Pilkada 2024

Nasional
PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

PKB: Semua Partai Terima Penetapan Prabowo-Gibran, kecuali yang Gugat ke PTUN

Nasional
Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

Ukir Sejarah, Walkot Surabaya Terima Penghargaan Satyalancana Karya Bhakti Praja Nugraha

BrandzView
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com