KOMPAS.com – Penyelenggaraan pemilu ataupun pilkada selalu diikuti dengan kegiatan hitung cepat hasil pemungutan suara, atau biasa disebut quick count.
Quick count berfungsi untuk mengetahui hasil penghitungan suara dengan segera, sehingga bisa menjawab rasa penasaran publik tentang hasil pemilu yang mereka ikuti. Wajar, sebab hasil resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) baru akan selesai pada akhir April atau bahkan Mei 2019.
Untuk itu, keberadaan quick count banyak bermunculan. Pada pemilu kali ini, terdapat 40 lembaga yang telah lolos verifikasi KPU dan diberi kewenangan untuk melakukan penghitungan cepat.
Komisioner KPU Wahyu Setiawan memberikan data 40 lembaga tersebut. Beberapa di antaranya adalah Lingkaran Survey Indonesia, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Poltracking Indonesia, termasuk Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Kompas.
Kompas.com juga akan turut menampilkan hasil quick count yang dilakukan oleh lima lembaga, yaitu Litbang Kompas, Indobarometer, Charta Politika, Poltracking Indonesia, dan Indikator Politik Indonesia.
Pemimpin Redaksi Kompas.com Wisnu Nugroho menyebut hal ini sebagai upaya untuk melayani kepentingan masyarakat.
"Kompas.com hendak melayani kepentingan publik untuk mengetahui hasil pemilu melalui hitung cepat lima lembaga kredibel dengan metodologi ilmiah,” kata Wisnu, Selasa (16/4/2019).
Uji materi
Namun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) membuat putusan terkait kegiatan publikasi quick count. MK memutuskan publikasi hasil penghitungan cepat baru bisa dilakukan media penyiaran dua jam setelah pemilihan di Indonesia bagian barat usai atau pukul 15.00 WIB.
Sebelumnya, Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) dan Asosiasi Riset Opini Publik (AROPI) mengajukan gugatan uji materi kepada MK terkait penayangan hasil hitung cepat.
Mereka menilai terdapat beberapa pasal dalam UU Pemilu yang perlu ditelaah ulang. Terutama terkait publikasi hitung cepat dua jam setelah proses pemungutan suara di daerah zona WIB berakhir dan larangan menampilkan survei di masa tenang.
ATVSI dan AROPI dan menilai dua hal itu bertentangan dengan pasal 28E ayat (3) dan pasal 28F UUD 1945 tentang hak masyarakat menyampaikan dan menerima informasi.
Namun, gugatan itu sepenuhnya ditolak.
"Kendatipun terdapat batas waktu paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian barat untuk mengumumkan atau menyampaikan prakiraan hasil penghitungan cepat pemilu. Hal demikian hanyalah menunda sesaat hak dimaksud demi alasan yang jauh lebih mendasar yaitu melindungi kemurnian suara," kata Enny.
Selain itu, hitung cepat yang dilakukan sejumlah lembaga sangat rentan terhadap kesalahan, karena tingkat akurasi yang tidak 100 persen. Artinya, masih ada angka margin of error dari metode penghitungan yang dilakukan.
"Dengan demikian, sekecil apa pun margin of error dalam metodologi quick count yang digunakan, hal demikian tetap berpengaruh terutama ketika selisih perolehan suara antarkandidat berada dalam margin of error tersebut," ujar Enny.
Asosiasi televisi tak puas
Asosiasi Televisi Swasta Indonesia mempertanyakan putusan MK ini. Mereka menilai, putusan itu mengganjal karena terdapat perbedaan dengan putusan MK jelang pemilu 2009 dan 2014 lalu.
"Secara prinsip ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia) dan penyiaran televisi menerima putusan tersebut. Namun, ada beberapa hal yang mengganjal karena dua kali gugatan seperti ini dikabulkan MK," ujar Ketua Umum ATVSI Ishadi saat ditemui usai sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (16/4/2019).
Dalam perkara ini, ATVSI menguji Pasal 449 ayat (2), ayat (5), Pasal 509, dan Pasal 540 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pemilu.
ATVSI menggugat pasal-pasal tersebut agar publikasi quick count bisa langsung dilakukan sejak pagi hari.
Tanggapan KPI
Komisi Penyiaran Indonesia ( KPI) menegaskan bahwa lembaga penyiaran harus mematuhi semua aturan penyiaran terkait hasil hitung cepat ( quick count). Lembaga penyiaran juga diminta untuk menginformasikan dengan benar, seimbang, dan bertanggung jawab.
Menurut KPI, hal ini dilakukan untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan keputusan MK ini, berarti Surat Edaran KPI Nomor 1 Tahun 2019 tentang Pemberitaan, Penyiaran, dan Iklan Kampanye Pemilihan Umum tahun 2019 di Lembaga Penyiaran, berlaku seluruhnya, termasuk pengaturan waktu publikasi hasil hitung cepat," ujar Komisioner KPI Pusat yang juga Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran, Hardly Stefano Pariela dalam rilis yang diterima, Selasa (16/4/2019).
Apabila lembaga penyiaran melanggar aturan, maka KPI akan memberikan sanksi kepada lembaga penyiaran.
"Ada konsekuensi pidana pemilu, jika aturan tentang publikasi hitung cepat ini dilanggar," ujar Hardly.
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/16/15363961/menanti-quick-count-polemik-pasca-putusan-mk