JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar rapat pleno terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Pemilu 2019 pasca-putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Putusan MK yang dimaksud adalah soal kemungkinan KPU membentuk TPS tambahan, serta penambahan jumlah pemilih yang pindah memilih atau pemilih yang masuk kategori Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Rapat ini juga diikuti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), perwakilan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dan perwakilan 16 partai politik peserta pemilu.
Baca juga: 500 Penyandang Disabilitas di Jayapura Belum Masuk DPT
Rapat juga melibatkan kementerian lembaga terkait seperti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Sosial (Kemensos), hingga Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).
"Pasca-putusan MK yang dalam amarnya memerintahkan KPU dapat membentuk TPS tambahan dan dapat memproduksi logistik atas berdirinya TPS, maka KPU menggelar rapat ini," kata Ketua KPU Arief Budiman dalam sambutannya di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/4/2019).
"Dan pasca putusan KPU tetap dapat mendata perpindahan pemilih dari satu TPS ke TPS yang lain sampai H-7 sebelum pemungutan," sambungnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa KPU dapat membangun TPS tambahan yang mengacu pada data DPTb.
Keputusan ini disampaikan Majelis Hakim dalam sidang pembacaan keputusan atas perkara uji materi Pasal 350 ayat (2) Undang-undang Pemilu Nomor 7 tahun 2017.
Baca juga: Jumlah Narapidana yang Masuk DPT di Lapas Ini Tiba-tiba Turun Drastis
Selain itu, Mahkamah Konsititusi ( MK) juga mengabulkan uji materi terhadap Pasal 210 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, terkait pemilih yang ingin pindah Tempat Pemungutan Suara ( TPS).
MK memutuskan bahwa pemilih yang ingin pindah memilih dapat mengajukannya paling lambat tujuh hari sebelum pencoblosan.
Namun, ketentuan tersebut hanya berlaku bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus, seperti sakit hingga menjalankan tugas.