Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dituding BPN Tak Bertanggung Jawab soal DPT, Ini Kata Dirjen Dukcapil

Kompas.com - 03/04/2019, 08:46 WIB
Christoforus Ristianto,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Cipil (Dirjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri, Zudan Arif Fakrulloh, menegaskan Kemendagri bukanlah penyelenggara pemilu sehingga tidak bisa mencampuri urusan polemik daftar pemilih tetap (DPT) yang dikritisi Badan Pemenangan Nasional (BPN) ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Zudan menegaskan bahwa DPT merupakan kewenangan dari KPU.

Hal itu diungkapkan Zudan untuk merespons pernyataan Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan Nasional (BPN) Hashim Djojohadikusumo yang mengatakan bahwa Ditjen Dukcapil seolah-olah tak bertanggung jawab atas temuan karut marutnya DPT.

"Kemendagri bukan penyelenggara pemilu. Jadi tidak pada tempatnya cawe-cawe (mencampuri) DPT. Paling banter kami beri masukan KPU, kalau mau dipakai boleh, tidak pun tidak apa-apa. Kami tidak punya kewenangan meluruskan DPT," ujar Zudan.

Baca juga: Gembar-gemborkan 17,5 Juta DPT Janggal, BPN Bantah Sedang Delegitimasi KPU

Hal itu disampaikan Zudan saat Diskusi Publik bertajuk 'DPT Bermasalah Ancaman Legitimasi Pilpres' di Kantor Sekretariat Nasional Prabowo-Sandi, Jakarta Pusat, Selasa (2/4/2019).

Ia mengungkapkan, kewenangan menyelenggarakan Pemilu telah diatur dalam UUD 1945, dan Undang-undang (UU) Nomor 7/2017 tentang Pemilu.

"Kalau kami ikut mengurusi DPT jelas salah, melanggar konstitusi dan PKPU," ungkapnya kemudian.

Terkait DPT, lanjut Zudan. Kemendagri sudah menyiapkan data agregat kependudukan kecamatan (DAK2). Berikutnya, Kemendagri menyerahkan daftar penduduk pemilih potensial pemilu (DP4) kepada KPU. Setelah itu, KPU melakukan penyandingan DP4 dengan data Pemilu terakhir.

"Setelah terima DP4, KPU melakukan penyandingan. Penyandingan dilakukan dengan pencocokan dengan DPT Pemilu terakhir yang dimutakhirkan secara berkelanjutan. Jadi benar, KPU hanya ambil pemilih pemula sesuai PKPU 11/2918, Pasal 7," paparnya.

Baca juga: Dirjen Dukcapil Sayangkan Pernyataan Hashim soal DPT

Sebelumnya, Hashim mengatakan KPU serta Dukcapil Kemendagri seolah-olah tidak ada yang mau bertanggung jawab atas temuan karut marutnya identitas warga negara di DPT.

"Tidak ada pihak manapun dari kedua ini, (KPU dan Dukcapil) yang mau bertanggung jawab atas keabsahan dari data kami ini," ujar Hashim dalam konferensi pers di Grand Ballroom Ayana Hotel, Jakarta Pusat, Senin (1/4/2019).

Hal itu menyusul temuan tim IT BPN atas sejumlah kejanggalan dalam DPT Pemilu 2019. Beberapa temuan itu, antara lain ada 9,8 juta nama yang memiliki tanggal lahir sama, ada nama dalam DPT yang terbukti tidak memiliki KTP elektronik, bahkan ada nama dalam DPT yang memiliki NIK sama.

Kompas TV Manajer Database Litbang Kompas, Ign. Kristantomengatakan, survei elektabilitas pilpres kali ini diperoleh dari 2.000 responden di 500 desa yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Dari satu desa diambil empat responden yang dipilih secara acak. Penentuan jumlah responden di tiap provinsi dilakukan berdasarkan jumlah penduduk dan daftar pemilih tetap (DPT) serta data potensi desa menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) terbaru. Misalkan di provinsi A terdapat 5 persen dari total DPT, di provinsi itu akan dicari responden sebanyak 5 persen dari 2.000 responden yang ditetapkan litbang. Dari tingkat provinsi, pencarian responden akan dipersempit ke tingkat kabupaten/kota, kelurahan, hingga RT. Di tingkat kelurahan, Litbang Kompas memilih dua RT secara acak. Kemudian, di tingkat RT, setelah meminta izin untuk melakukan survei, Litbang Kompas mendata semua kartu keluarga (KK) di wilayah itu. ”Misalkan dari pengacakan itu diperoleh RT tujuan yang berada di daerah terpencil di atas gunung. Itu tetap harus didatangi tenaga survei,” ujar Kristanto. Setelah memperoleh data KK, Litbang Kompas akan memilih responden secara acak total empat orang dari dua keluarga. Adapun dalam satu keluarga itu akan dicari responden satu laki-laki dan satu perempuan yang telah berusia 17 tahun ke atas. #SurveiKompas2019#LitbangKompas#Pilpres2019
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

KPU Batasi 600 Pemilih Tiap TPS untuk Pilkada 2024

Nasional
Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Dianggap Sudah Bukan Kader PDI-P, Jokowi Disebut Dekat dengan Golkar

Nasional
PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

PDI-P Tak Pecat Jokowi, Komarudin Watubun: Kader yang Jadi Presiden, Kita Jaga Etika dan Kehormatannya

Nasional
Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Menko Polhukam: 5.000 Rekening Diblokir Terkait Judi Online, Perputaran Uang Capai Rp 327 Triliun

Nasional
Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Golkar Sebut Pembicaraan Komposisi Menteri Akan Kian Intensif Pasca-putusan MK

Nasional
KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

KPU: Sirekap Dipakai Lagi di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Pasca-Putusan MK, Zulhas Ajak Semua Pihak Bersatu Wujudkan Indonesia jadi Negara Maju

Nasional
Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Temui Prabowo di Kertanegara, Waketum Nasdem: Silaturahmi, Tak Ada Pembicaraan Politik

Nasional
Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Momen Lebaran, Dompet Dhuafa dan Duha Muslimwear Bagikan Kado untuk Anak Yatim dan Duafa

Nasional
Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com