JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta pemerintah daerah untuk merapikan perizinan guna menghindari adanya tumpang tindih dengan perusahaan atau investor yang ingin mengelola lahan di Indonesia.
Hal itu diungkapkan Sri menyusul putusan arbitrase dalam perkara gugatan arbitrase yang diajukan oleh Indian Metal Ferro & Alloys Limited (IMFA) yang dimenangkan oleh pemerintah Indonesia.
"Ini suatu perkara di mana pemerintah Indonesia akan tetap menjaga tata kelola dan terhadap pemerintah daerah ini karena terjadinya tumpang tindih dari perizinan yang menjadi sumber dari persoalan awal perkara ini," ujar Sri di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (1/4/2019).
Gugatan yang diajukan IMFA terhadap pemerintah RI tersebut perihal adanya tumpang tindih Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimilili PT SRI dengan tujuh perusahaan lain akibat adanya permasalahan batas wilayah yang tidak jelas.
Baca juga: Kelapa Sawit Masih Andalan, Pengelolaan Lahan Harus Jadi Perhatian
Dengan adanya tumpang tindih IUP tersebut, IMFA mengklaim bahwa Pemerintah RI telah melanggar BIT India-Indonesia dan mengklaim Pemerintah RI untuk mengganti kerugian kepada IMFA sebesar US $ 469 juta atau sekitar Rp 6,68 triliun.
Sri berharap pemerintah daerah bekerja sama dengan kementerian energi dan sumber daya mineral untuk terus merapikan perizinan sehingga bisa mencegah kasus-kasus serupa.
"Kasus-kasus seperti ini di mana ada suatu lahan yang dimiliki oleh tujuh pihak untuk melakukan pengeksplorasian pertambangan di Indonesia. Ini yang perlu kita hindari pada masa-masa yang akan datang," ungkapnya kemudian.
Sementara itu, Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan menangnya pemerintah RI dalam gugatan arbitrase tersebut sudah menyelamatkan uang negara sebesar US$ 469 juta atau sekitar Rp 6,68 triliun.
Putusan yang dikeluarkan pada Jumat (29/3/2019) tersebut telah menolak gugatan yang diajukan oleh IMFA sehingga telah memenangkan posisi pemerintah RI. Bahkan, IMFA dihukum untuk mengembalikan biaya yang dikeluarkan selama proses arbitrase kepada Pemerintah RI sebesar US$ 2,97 juta dan GBP 361,247.23.
"Majelis Arbiter dalam putusannya telah menerima bantahan pemerintah RI mengenai temporal objection yang pada pokoknya menyatakan bahwa permasalahan tumpang tindih maupun permasalahan batas wilayah merupakan permasalahan yang telah terjadi sebelum IMFA masuk sebagai investor di Indonesia," ungkapnya kemudian.
"Sehingga dalam hal IMFA melakukan due diligence dengan benar maka permasalahan dimaksud akan diketahui oleh IMFA. Oleh karenanya Pemerintah RI, sebagai negara tuan rumah, tidak dapat disalahkan atas kelalaian investor itu sendiri," sambungnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.