Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Moeldoko: Kalau Semuanya Ditaruh untuk Membangun Tentara, Bagaimana Dengan Kesejahteraan Masyarakat?

Kompas.com - 31/03/2019, 10:49 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Moeldoko mengkritik pernyataan calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam debat keempat, Sabtu (30/3/2019) malam, yang hanya menekankan pada peningkatan anggaran pertahanan tanpa memedulikan aspek yang lain.

"Kalau semuanya ditaruh untuk membangun tentara, nanti bagaimana dengan kesejahteraannya masyarakat? Nanti marah dong masyarakat, semua anggaran dibesarkan untuk militer," ujar Moeldoko seusai debat yang digelar di Hotel Shangri La berlangsung.

Sebagai mantan Panglima TNI, Moeldoko merasa apa yang dilaksanakan Presiden Joko Widodo di bidang pertahanan sudah on the track.

Baca juga: Moeldoko Sebut Bencana di Lombok dan Papua Masih Jadi Urusan Pemerintah Daerah

Misalnya, mulai dari meningkatkan kesejahteraan prajurit, memperkuat satuan pertahanan pada wilayah-wilayah perbatasan dengan pembangunan divisi-divisi dan armada-armada baru, hingga pembelian alat utama sistem persenjataan yang sesuai dengan kebutuhan pertahanan, anggaran negara sekaligus kepentingan transfer of knowledge dan transfer of technology.

"Ini memang butuh kecerdasan untuk membuat pilihan-pilihan bagi seorang pemimpin, oh di sini yang harus kita perkuat, harus kita lakukan. Tidak bisa kita fokus ke pertahanan saja," ujar Moeldoko.

Lagipula, mengulang pernyataan Jokowi pada debat Sabtu malam, peluang Indonesia jadi sasaran invasi fisik negara lain sangat kecil.

Baca juga: Moeldoko: Alhamdulillah Capres Kita Disambut Luar Biasa di Banten

Ia mencontohkan Korea Utara dan Korea Selatan. Dua negara itu dapat dikatakan memiliki peluang invasi fisik besar sehingga mau tidak mau keduanya harus membangun pertahanan sekuat mungkin.

"Di Indonesia, enggak. Kita belum bisa mendefinisikan musuh kita dengan betul. Jadi kita enggak punya musuh yang memiliki senjata nuklir," ujar Moeldoko.

Justru, yang harus diwaspadai oleh negara seperti Indonesia ini adalah kejadian-kejadian dalam negeri yang dapat dimanfaatkan asing melemahkan kekuatan Indonesia sendiri. Salah satu contohnya adalah konflik masyarakat.

Diketahui, Prabowo Subianto mengkritik anggaran pertahanan Indonesia yang dinilainya terlalu kecil.

"Di bidang pertahanan dan keamanan, kita terlalu lemah. Anggaran kita terlalu kecil," ujar dia.

Baca juga: Prabowo Kritik Pernyataan Jokowi soal Tak Ada Invasi dalam 20 Tahun ke Depan

Meski, dilansir dari Katadata.co.id yang mengutip Global Fire Power (GFP), anggaran belanja militer Indonesia sebesar 6,9 miliar dollar Amerika Serikat atau setara dengan Rp 98 triliun dengan kurs Rp 14.000 per dollar AS.

Angka tersebut menempatkan Indonesia menjadi negara kedua di ASEAN setelah Singapura yang memiliki anggaran 9,7 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 135 triliun. Adapun, dari aspek kekuatan, Indonesia berada di posisi pertama ASEAN.

Sementara itu, pada peringkat global, anggaran militer Indonesia berada pada urutan ke-30 dari 157 negara. Indonesia juga berada di peringkat ke-15 dunia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com