Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Timses: Prabowo Kritik Menkeu, Bukan Kemenkeu

Kompas.com - 28/01/2019, 13:30 WIB
Ihsanuddin,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Drajad Wibowo, mengatakan, Prabowo tidak pernah mengkritik Kementerian Keuangan soal utang negara.

Ia menegaskan, yang dikritik Prabowo adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani.

"Apakah Prabowo menyebut Menteri Keuangan atau Kementerian Keuangan? Jelas sekali yang disebut Mas Bowo adalah 'Menteri Keuangan'" kata Drajad, kepada Kompas.com, Senin (28/1/2019).

Hal ini disampaikan Drajad menanggapi protes yang disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti atas pernyataan Prabowo.

Baca juga: Prabowo Sebut Menkeu Mesin Pencetak Utang, Ini Komentar Kemenkeu

Drajad meminta Nufransa teliti dan mendengar ulang pernyataan Prabowo dalam acara dukungan alumni perguruan tinggi di Padepokan Pencak Silat, Sabtu pekan lalu.

"Apakah kritik terhadap Menteri Keuangan bisa disamakan dengan menghina Kementerian? Jika logika itu dipakai, mengkritik Presiden bakal sama dengan menghina rakyat Indonesia. Mengkritik Ketua DPR sama dengan menghina DPR dan rakyat pemilihnya. Itu logika yang ngawur," lanjut Drajad.

Drajad mengatakan, perbedaan antara menteri dan kementerian ini tercantum dalam Undang-Undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara.

Dalam Pasal 1 disebutkan, Kementerian Negara adalah perangkat pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, sementara Menteri adalah pembantu presiden yang memimpin kementerian.

"Dia (Nufransa) gagal memahami beda antara Menteri Keuangan dan Kementerian Keuangan sesuai UU. Kalau dia paham bedanya, apakah ini bukan berarti dia sedang mempolitisasi Kemenkeu, dan memrovokasi jajarannya?" ujar Drajad.

Baca juga: Pernyataan Prabowo soal Menteri Pencetak Utang Diprotes Kemenkeu, Ini Penjelasan BPN

Sementara, soal istilah "menteri pencetak utang" yang disampaikan Prabowo, menurut Drajad, hal tersebut merupakan kritik yang berbasis pada fakta.

Drajad mengatakan, faktanya, antara Desember 2014-Desember 2018, utang pemerintah naik Rp 1.809 triliun, dari Rp 2609 triliun menjadi Rp 4418 triliun.

Artinya, utang di era Jokowi setiap tahun naik Rp 452,25 triliun. Sebagai perbandingan, selama 10 tahun Presiden SBY, kenaikan utang pemerintah Rp 1309 triliun, atau Rp 131 triliun per tahun.

"Jadi setiap tahun pemerintahan Presiden Jokowi berhutang rata-rata 3,45 kali lipat dari pemerintahan Presiden SBY," ujar Drajad.

"Masak pejabat negara yang banyak membuat utang tidak boleh disebut pencetak utang?" tambah politisi Partai Amanat Nasional ini.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan Prabowo yang menyatakan bahwa penyebutan Menteri Keuangan bisa diganti dengan "Menteri Pencetak Utang".

"Apa yang disampaikan calon presiden Prabowo, 'Jangan lagi ada penyebutan Menteri Keuangan (Menkeu), melainkan diganti jadi Menteri Pencetak Utang', sangat mencederai perasaan kami yang bekerja di Kementerian Keuangan," tulis Nufransa di akun facebooknya, Minggu (27/1/2019).

Kementerian Keuangan, lanjut dia, adalah sebuah institusi negara yang penamaan, tugas, dan fungsinya diatur oleh undang-undang.

"Siapa pun tidak sepantasnya melakukan penghinaan atau mengolok-olok nama sebuah institusi negara yang dilindungi oleh undang-undang, apalagi seorang calon presiden," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com