Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat Sebut Tak Ada Lagi Alasan Rasional untuk Golput

Kompas.com - 28/03/2019, 22:34 WIB
Fabian Januarius Kuwado,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti LIPI Syamsuddin Haris berpendapat bahwa saat ini sudah tidak ada lagi alasan rasional bagi warga negara untuk tidak menggunakan hak pilihnya alias golput dalam pesta demokrasi.

Dalam sebuah diskusi di bilangan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019), ia mengawalinya dengan memaparkan fenomena golput di Indonesia dari sisi historis.

"Golput itu muncul tahun 1970 saat menyongsong Pemilu 1971. Tokoh-tokohnya Arif Budiman, Imam Waluyo dan kawan-kawan. Mereka bermaksud untuk menolak kebijakan rezim otoriter, pada saat itu Soeharto, yang mengintimidasi dan cenderung menutup ruang munculnya oposisi," papar Syamsuddin.

Baca juga: Pidana bagi Orang yang Mengajak Golput Dinilai Ciptakan Rasa Takut

"Bentuk golput saat itu adalah kotak segi lima berwarna putih dan dipasang di jalan-jalan atau tempat umum," lanjut dia.

Saat ini, demokrasi telah berkembang jauh meninggalkan rezim otoritarian pada masa itu. Kini, orang memiliki segala kebebasan dengan tetap diatur dalam peraturan perundangan. Tidak mungkin ada lagi penutupan terhadap ekspresi politik, apalagi munculnya oposisi.

Dengan demikian, Syamsuddin pun berpendapat, golput tak lagi memiliki tempat pada era demokrasi seperti saat ini.

"Apakah kehidupan politik kita kini menutup peluang bagi oposisi? Menutup ruang bagi perbedaan? Apakah ada intimidasi dan mobilisasi dalam memilih? Saya bisa katakan, tidak ada. Sehingga, tidak ada lagi alasan rasional untuk golput," ujar Syamsuddin.

Baca juga: TKN: Imbauan Jokowi supaya Tak Golput adalah Tanggung Jawab Pemimpin

Apalagi, seseorang golput hanya karena munculnya rasa kecewa atau ketidakpuasan terhadap kandidat yang bertarung. Sebab, menurut Syamsuddin, pada prinsipnya pemilu adalah mencegah orang jahat untuk berkuasa. Artinya, pilih saja yang dinilai paling baik.

Jangan sampai setelah Pemilu berlalu dan terpilih sosok pemimpin, kelompok golput itu lalu menuntut sesuatu dari pemerintahan yang sah.

"Jangan sampai di tengah jalan menuntut, oh kebijakan publik ini tidak adil, pembangunan ekonomi melenceng dan sebagainya. Golput itu tidak memiliki perspektif yang jelas, setelah golput lalu apa?" ujar dia.

Kompas TV Hari ini calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo, menggelar kampanye terbuka di Pontianak, Kalimantan Barat. Joko Widodo tiba di lokasi kampanye sekitar pukul 09.00 WIB. Dalam kampanyenya, Jokowi meminta seluruh rakyat Indonesia untuk tidak golput dan menggunakan hak pilihnya. Jokowi juga menyampaikan Kalimantan Barat merupakan miniatur Indonesia. Masyarakat diminta untuk menjaga kesatuan dan persatuan di tengah perbedaan pandangan politik. #KampanyeJokowi #Jokowi #JokoWidodo

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com