JAKARTA, KOMPAS.com - Deputi V Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Jaleswari Pramodawardhani mengatakan, publik perlu mengkritik pasal pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur pemidanaan bagi orang yang mendorong untuk golput.
Hal itu disampaikannya saat mengisi sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/3/2019).
Jaleswari menyebutkan, ada dua pasal pada UU Pemilu yang mengatur tentang pemidanaan bagi orang yang mendorong terciptanya golput, yakni Pasal 515 dan Pasal 531.
Baca juga: Bawaslu Sebut Pidana Bagi Orang yang Mendorong Golput ada di Undang-Undang
"Pada Pasal 531 misalnya, unsur kekerasan yang dimaksud itu apa definisinya? Apakah intimidasi atasan ke bawahan dianggap kekerasan? Apakah wisata religi dengan memobilisasi massa saat pemilu itu kekerasan juga? Karena kan bukan sekadar mobilisasi, tapi niat di balik pelakunya," ujar Jaleswari, yang biasa disapa Dhani.
Pasal 531 UU Pemilu menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan menghalangi seseorang untuk memilih, membuat kegaduhan, atau mencoba menggagalkan pemungutan suara dipidana paling lama empat tahun dan denda maksimal Rp 48 juta".
Demikiani pula pada Pasal 515. Unsur memberikan materi kepada pemilih agar tidak memakai hak pilihnya juga harus dijelaskan lebih rinci.
Pasal 515 UU Pemilu berbunyi "Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 36 juta".
Baca juga: Tanggapi Wiranto, KPU Sebut Tak Perlu Jerat Orang yang Ajak Golput
Dhani mengatakan, pengaturan secara detail pasal-pasal itu diharapkan mampu menekan angka golput di pesta demokrasi.
"Ini bukan sekadar Pilpres atau Pileg. Tapi ketika tidak datang ke TPS, kita telah menggugurkan hak pilih kita. Padahal ada kepentingan publik yang perlu diperjuangkan di sana. Sebab, pemilu ini adalah juga dalam rangka upaya memenuhi hak-hak publik," ujar Dhani.