JAKARTA, KOMPAS.com - Calon wakil presiden nomor urut 02 Sandiaga Uno menyatakan, akan mengkaji dan merevisi sistem kerja outsourcing jika dirinya dan Prabowo Subianto terpilih di pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Menurutnya, sistem outsourcing memberatkan dua pihak, perusahaan dan pekerja.
"Kita akan mengkaji sistem outsourcing karena itu memberatkan dua belah pihak, di pihak perusahaan memberatkan karena mereka tidak bisa investasi tenaga kerja. Sementara para pekerja tidak dapat kepastian," ungkap Sandiaga saat mengunjungi warga Bukit Duri, Kampung Melayu, Jakarta Timur, Kamis (21/3/2019).
Baca juga: Sandiaga Kritik Tenaga Kerja Asing hingga Outsourcing
Menurutnya, tenaga kerja tidak dapat perlindungan jika perusahaan menggunakan sistem outsourcing tersebut. Untuk itu, ia meminta perusahaan dan akademisi untuk membantu merevisi UU ketenagakerjaan.
"Kita akan review bersama para stakeholder, pengusaha, dan akademisi membantu dari sisi hukumnya," ungkapnya kemudian.
Rencana pengkajian dan revisi, lanjut Sandiaga, juga selaras dengan 10 poin kontrak yang diteken oleh Prabowo bersama Konfederensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) pada 1 Mei 2018 silam.
Baca juga: Alasan Prabowo-Sandiaga Ingin Hapus Sistem Outsourcing
Sandiga mengungkapkan, dalam kontrak politik tersebut, para buruh juga meminta upah dinaikkan. Sebab, selama ini upah murah yang kerap dituntut ketika Hari Buruh tidak diindahkan oleh pemerintah.
"Ada tuntutan mengenai upah murah ya, khususnya para pekerja online, seperti ojek online. Banyak juga guru honorer yang meminta kepastian statusnya dan beberapa poin lagi," ucapnya.
Sebelumnya, pada debat pilpres ketiga, Sandiaga juga menyinggung sistem outsourcing yang dianggapnya tidak adil bagi tenaga kerja karena tidak memberi kepastian.