HARI ini kembali Hari Perempuan Internasional diperingati. United Nations, Perserikatan Bangsa-bangsa sudah menggulirkan tema internasionalnya di mana-mana. Tema itu: Balance for Better. Arti harafiahnya, setara (antara perempuan dan lelaki) untuk hidup yang lebih baik.
Tema yang kadang di negara kita dicibir, karena merasa tak ada yang salah dengan kesetaraan perempuan dan lelaki di negara kita.
Namun, tahukah Anda, begitu banyak persoalan perempuan yang menjadi pekerjaan rumah tak selesai di negara kita? Dan bahkan sampai menjelang 74 tahun negara ini didirikan.
Saya bukan mengajak bersedih, justru saya ingin mengajak memaknai hari ini dengan cara yang sedikit berbeda daripada hanya seremonial gembira, yaitu mengingat dua persoalan perempuan di Indonesia yang tak kunjung rampung: pernikahan usia anak dan kematian ibu melahirkan.
Hari Perempuan Internasional 2019 berarti mengingat seorang remaja putri usia SMP di Bantaeng, Sulawesi Selatan, yang tahun lalu menggemparkan media massa.
Ia dinikahkan dengan temannya dan pernikahan disahkan secara hukum, juga dengan restu orang tua. Gadis kecil itu bahkan kehilangan hak atas pendidikan setinggi-tingginya.
Atau, kita mengingat seorang ibu di Papua yang meninggal dunia karena pendarahan dan komplikasi. Adat tempatnya tinggal mengharuskannya diasingkan ke hutan ketika ia sudah hamil besar dan akan melahirkan anaknya.
Bila kita bicara dengan data dan penelitian, tentu ini bisa membuka mata, menjadi refleksi, dan tentu saja membuat kita semua tergerak mencari jalan keluar. Sejak didirikan tahun 1990, Sekolah Kajian Strategik dan Global, Program Studi Kajian Gender, Universitas Indonesia, telah mengeluarkan ratusan penelitian terkait isu perempuan di Indonesia.
Sekolah yang didirikan oleh antara lain almarhumah Prof. T.O. Ihromi dan Prof. Saparinah Sadli pada 1990 ini awalnya berada di bawah Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Penelitian yang dikeluarkan oleh sekitar 300-an alumninya yang menjadi rujukan tulisan ini, sebetulnya bisa segera dipetik sebagai jalan keluar yang solutif atas berbagai persoalan kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.
Tulisan ini hanya menyoroti dua hal saja yang menurut saya paling membuat miris dan prihatin. Kematian ibu melahirkan dan pernikahan usia anak.