Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Bencana dan Pilpres 2019

Kompas.com - 26/02/2019, 15:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TREN bencana alam di Indonesia yang meningkat tajam dalam 15 tahun terakhir belum mampu menempatkannya menjadi salah satu tema dalam debat calon presiden 2019.

Padahal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat adanya peningkatan jumlah bencana yang sangat mengkhawatirkan. Jumlah bencana pada 2003 sebanyak 403 kali, kemudian meningkat tajam menjadi 2.572 kali pada 2018.

Bencana di Indonesia merupakan sebuah keniscayaan karena Nusantara terletak di antara empat lempeng (Lempeng Pasifik, Indo-Australia, Eurasia, dan Filipina) dan berada di wilayag Ring of Fire.

Selain bencana gempa bumi dan tsunami, Indonesia juga dihadapkan pada ancaman bencana yang disebabkan oleh tata kelola yang buruk di sektor lingkungan dan sumber daya alam, seperti banjir, tanah longsor hingga bencana alam lainnya yang diakibatkan dari dampak perubahan iklim.

Pengalaman Aceh dan Yogyakarta

Bencana gempa dan tsunami di Aceh tahun 2004 dan Yogjakarta pada 2006 dapat menjadi pembelajaran untuk penanganan bencana di Indonesia.

Bukan hanya karena korban dan dampaknya yang besar, tetapi juga bagaimana cara pemerintah melakukan pendekatan berbeda di antara dua wilayah tersebut.

Berdasarkan hasil kajian lembaga Kemitraan/Partnership, pembelajaran dari Aceh dan Yogyakarta (2007), terdapat prinsip tata kelola yang harus diimplementasikan dalam penanggulangan bencana, yakni keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pengelolaan bantuan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Aceh dan Yogyakarta juga memberikan pelajaran akan pentingnya lembaga yang mengkoordinasi tidak hanya dalam hal penanganan bencana, tetapi juga sistem informasi, komunikasi publik dan media massa.

Fase tanggap darurat menjadi salah satu tahapan yang kerap susah dikendalikan. Korban berjatuhan, informasi simpang siur, saluran komunikasi terputus dan berita bohong di mana-mana, sementara pemerintah daerah hampir lumpuh karena juga menjadi korban.

Sebagai badan yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, BNPB harus menjadi leading sector dalam penanganan bencana di Indonesia, sebagai pusat data dan informasi yang mewakili pemerintah, sementara Kementerian lain diharap dapat menahan diri untuk tidak berkomentar dan berkoordinasi agar informasinya satu pintu.

Pada sisi lain korban sangat membutuhkan pertolongan pertama, tidak adanya komando berpotensi semakin menambah jumlah korban karena bantuan terpusat pada wilayah yang mudah terjangkau.

Pertolongan pertama di Aceh cukup kacau, selain akibat komunikasi yang terputus menyebabkan daerah-daerah yang sulit akses baik jalan maupun komunikasi semakin terpinggirkan dari penanganan, juga karena jumlah yang memerlukan pertolongan jauh lebih banyak dibanding yang menolong.

Berbeda dari Aceh, sehari setelah bencana, Presiden RI memindahkan kantornya di Yogyakarta dan selama empat hari memimpin langsung penanganan bencana.

Ini terbukti efektif mengkoordinasi lintas lembaga dan kementerian yang menangani bencana, serta menjadikan penanganan bencana lebih cepat tanggap.

Pertanyaannya kemudian, apakah Presiden harus memindahkan kantornya ke wilayah gempa agar penanganan bencana lebih efektif dan cepat? Bagaimana jika bencana terjadi di lebih dari dua daerah, mengingat negara kita rawan bencana?

Pada tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, BNPB dapat bekerja sama dengan pemerintah daerah, lembaga terkait dan masyarakat untuk menyusun kebutuhan, perencanaan dan koordinasi pelaksanaan serta evaluasi.

Ini menjadi penting dilakukan untuk mengetahui jenis kegiatan, biaya yang dibutuhkan dan pihak yang mungkin dapat dilibatkan.

Besarnya dana bantuan yang masuk ke Aceh baik dari nasional maupun internasional dikoordinasikan oleh Badan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (BRR), sehingga peruntukannya jelas dan tidak tumpang tindih, kendati pelaksana programnya adalah organisasi masyarakat sipil.

Dengan demikian, yang dilakukan pascagempa semua terencana dan satu tujuan, minim konflik kepentingan.

Pada sisi lain, proses penanggulangan bencana tidak dilakukan dalam ruang hampa dan bebas nilai, terlebih di momen tahun politik yang rentan untuk dimanfaatkan.

Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk memiliki pemahaman konteks sosial, ekonomi, politik, budaya lingkungan dan masyarakat lokal.

Dalam penanganan bencana di Yogyakarta, lembaga Kemitraan memfasilitasi pembentukan Forum Yogya Bangkit (FYB) sebagai media komunikasi dan kerja sama antarpemerintah dengan masyarakat.

Salah satu fungsi mereka adalah advokasi kebijakan dalam pengelolaan bencana di Yogyakarta dan Jawa Tengah, serta melakukan pendampingan kepada korban untuk memastikan bantuan merata diterima semua.

Poin-poin tersebut menjadi penting bagi pemerintah untuk segera dilakukan pembenahan, agar bencana yang terjadi di Indonesia dapat dihadapi dengan korban yang diminimalisasi.

Lestarikan pengetahuan

Berdasarkan cerita dari Aceh dan Yogyakarta, tahapan penting lain yang harus dilakukan selain membangun sistem penanggulangan bencana yang komprehensif, penting juga membangun kesadaran kolektif masyarakat bahwa kita berada di wilayah rawan bencana, salah satunya dengan cara melestarikan pengetahuan.

Kabupaten Simeulue, Aceh, yang menjadi titik paling dekat dengan pusat gempa dan berpotensi terdampak tsunami terparah pada tahun 2004 lalu justru korbannya sangat kecil, hanya 7 orang meninggal.

Salah satu faktor penyebabnya adalah masyarakat memiliki cerita rakyat yang disampaikan kepada anak cucu secara turun-temurun, di mana disebutkan jika melihat air laut surut, maka lari ke gunung.

Istilah tsunami juga telah dikenal oleh masyarakat Aceh dan Nias dengan sebutan "ie beuna". Dengan kata lain mereka sudah mengenal istilah bencana sejak lama, hanya karena pengetahuan itu tidak lagi hidup di lingkungan, maka ketika tanda-tanda bencana datang, mereka cenderung tidak sesiap warga Simeulue.

Banyak cerita lokal yang mengandung pesan kepada masyarakat untuk waspada terhadap bencana, dengan bahasa dan pendekatannya masing-masing, termasuk di Palu yang mengenal bencana likuifaksi dengan nama lokal.

Sebagai wilayah dengan potensi bencana yang sangat besar, nenek moyang kita punya cara berdamai dan menjadikan Indonesia masih ada.

Sudah saatnya pemerintah dan seluruh elemen masyarakat menghidupkan kembali pengetahuan di masing-masing wilayah.

Salah satu cara dengan mengemasnya kedalam informasi sederhana, di sebar pada laman media sosial mengikuti perkembangan zaman.

Selain itu, perlu juga menjadi bagian dari kurikulum pendidikan yang secara terus-menerus diajarkan sebagai persiapan kepada generasi selanjutnya agar dapat berdamai dengan bencana.

Kedua capres memiliki komitmen besar untuk menghadirkan negara dalam hal peningkatan kesejahteraan masyarakat, semoga komitmen serupa juga terjadi di isu kebencanaan. Karena, negara harus hadir untuk memastikan penanggulangan serta melestarikan pengetahuan seputar bencana tetap ada di tengah masyarakat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Membangun Ekosistem Pertahanan Negara

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Sidang Sengketa Pileg, Hakim MK Heran Tanda Tangan Surya Paloh Berbeda

Nasional
Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Menpan-RB Anas: Seleksi CPNS Sekolah Kedinasan Mulai Mei, CASN Digelar Juni

Nasional
Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki 'Presiden 2029'

Shalat Jumat di Masjid Baiturrahman Aceh, Anies Diteriaki "Presiden 2029"

Nasional
Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Polri Siapkan Posko Pemantauan dan Pengamanan Jalur untuk World Water Forum di Bali

Nasional
Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Menkumham Bahas Masalah Kesehatan Napi dengan Presiden WAML

Nasional
Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Sidang Sengketa Pileg, PAN Minta PSU di 7 TPS Minahasa

Nasional
AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

AHY Ungkap Koalisi Prabowo Sudah Bahas Pembagian Jatah Menteri

Nasional
Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Jokowi Minta Relokasi Ribuan Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang Dipercepat

Nasional
Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Caleg Tidak Siap Ikuti Sidang Daring, Hakim MK: Suara Putus-putus, Jadi Lapar...

Nasional
Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Anies-Muhaimin Kunjungi Aceh Usai Pilpres, Ingin Ucapkan Terima Kasih ke Warga

Nasional
Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Bareskrim Polri Yakin Penetapan Panji Gumilang sebagai Tersangka TPPU Sah Menurut Hukum

Nasional
Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Polisi Lengkapi Kekurangan Berkas Perkara TPPU Panji Gumilang

Nasional
Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Pengungsi Terdampak Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Bersama TNI AL, Polisi, dan Basarnas, Bea Cukai Bantu Evakuasi Korban Erupsi Gunung Ruang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com