Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penanganan Perkara Mandek, Komnas HAM Tawarkan Tim Penyidik Gabungan dengan Kejagung

Kompas.com - 20/02/2019, 10:23 WIB
Devina Halim,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Beka Ulung Hapsara mengaku tidak mengetahui alasan mandeknya penanganan berkas perkara pelanggaran berat HAM oleh Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, pada 27 November 2018, Kejaksaan Agung telah mengembalikan sembilan berkas perkara HAM kepada Komnas HAM.

Namun, tujuh dari sembilan berkas itu dinilai tak ada kemajuan apa pun dari hasil penyelidikan Kejagung.

Baca juga: Komnas HAM Kirim Balik 7 Berkas Perkara Pelanggaran Berat HAM ke Kejagung

Menindaklanjuti hal ini, Komnas HAM sudah menawarkan untuk melakukan penyelidikan bersama Kejagung.

"Saya tidak tahu kendalanya apa, tapi Komnas HAM menawarkan alternatif kalau memang JA kesulitan untuk meningkatkan jadi penyidikan, Komnas HAM bersedia tergabung dalam tim penyidikan," kata Beka saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (19/2019).

Menurut dia, pembentukan tim tersebut tinggal menunggu keputusan dari Jaksa Agung.

Jika Jaksa Agung mengeluarkan surat keputusan terkait pembentukan tim bersama, Beka mengatakan, kasus tersebut kemungkinan akan menemukan secercah harapan.

Namun, jika tidak, penanganan perkara HAM di masa lalu tersebut akan terkatung-katung.

Baca juga: Harapan Komnas HAM kepada Presiden soal Tindak Lanjut Kasus Pelanggaran Berat HAM

"Jadi JA tinggal mengeluarkan surat keputusan membentuk tim penyidikan bersama anggota Kejagung dan Komnas HAM," kata dia.

"Kami juga sudah memberikan alternatif, sekarang tinggal diserahkan kepada JA apakah mau jalan di tempat seperti ini status quo kasusnya atau maju dengan tim penyidikan bersama," sambung Beka.

Komnas HAM menginginkan agar status perkara tersebut dapat ditingkatkan menjadi penyidikan.

Dengan status tersebut, pemanggilan paksa dapat dilakukan untuk mendalami kasus-kasus tersebut.

"Kalau level sudah penyidikan bisa memanggil paksa pihak-pihak yang (diduga) terlibat, kemudian juga mengumpulkan bukti, dan sebagainya, itu yang kami tak punya kewenangan," ungkap Beka.

Baca juga: Adakah Pelanggaran Berat HAM dalam Kasus 1965?

Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah mengembalikan sembilan berkas perkara HAM kepada Komnas HAM, pada 27 November 2018.

Sembilan berkas perkara yang dikembalikan tersebut adalah Peristiwa 1965/ 1966, Peristiwa Talangsari Lampung 1998, Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II.

Lalu, berkas Peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Wasior dan Wamena, Peristiwa Simpang KKA 3 Mei 1999 di Provinsi Aceh, serta peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis lainnya di Provinsi Aceh.

Dari semua peristiwa itu, Kejagung hanya membuat perkembangan dalam dua kasus yakni Kasus simpang KAA 3 Mei 1999 dan Peristiwa Rumah Gedong dan Pos Sattis di Aceh.

Ketujuh berkas kasus pelanggaran berat HAM yang dikembalikan Kejaksaan Agung sudah dikirim kembali oleh Komnas HAM. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com