Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah Temukan Dugaan Politisasi Dana Bansos PKH

Kompas.com - 15/02/2019, 19:57 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Distribusi dana bantuan sosial (Bansos) dinilai rawan disalahgunakan untuk kepentingan pemenangan Pemilu 2019.

Wakil Direktur Madrasah Antikorupsi Muhammadiyah, Gufron mencontohkan temuan penyalahgunaan dana bansos program keluarga harapan (PKH).

"Ada laporan atau temuan masyarakat terkait penyelewengan atau ketidaknetralan pendamping PKH di Tangerang, dengan cara mengarahkan masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu," kata dia dalam diskusi bertajuk 'Dana Bansos dan Pemilu' di KeKini, Jakarta, Jumat (15/2/2019).

Ia bersyukur, saat itu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat menindaklanjuti temuan itu melalui koordinasi dengan dinas sosial setempat.

Baca juga: Korupsi Dana Bansos, Mantan Anggota DPRD Sulsel Ditahan di Bandara

Menurut dia, hal itu tak hanya terjadi di wilayah Tangerang. Gufron menyatakan, ada indikasi yang sama terjadi di daerah lainnya, seperti di Purworejo dan Makassar. Salah satu bentuknya berupa intimidasi dari pendamping PKH kepada keluarga penerima manfaat (KPM).

"Ada intimidasi pendamping PKH supaya masyarakat penerima manfaat untuk memilih caleg tertentu karena dia merasa punya kewenangan karena kalau saudara tidak memilih caleg yang dia sodorkan ya tidak ada dapat program, itu ancamannya," kata dia.

Kemudian, kata Gufron, ada pendamping PKH yang membagikan benda-benda yang mengandung unsur kampanye calon tertentu. Selain itu, ada pendamping PKH yang memfasilitasi caleg untuk melakukan pertemuan terbatas dengan masyarakat penerima manfaat setempat.

"Nah ini masalah, yang sangat harus kita antisipasi. Walaupun kami percaya Kemensos menyatakan netral dan sudah warning jangan sampai disalahgunakan untuk politik, kalau pendamping PKH melakukan itu, pecat, kan gitu. Tapi di lapangan siapa bisa jamin? Ini perlu peran serta masyarakat, perlu mencermati soal dana bansos," ujar dia.

Potensi penyalahgunaan dana bansos juga dikhawatirkan peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina. Ia menyatakan, dana bansos merupakan kebijakan populis yang bisa dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu.

Menurut dia, ada tiga bentuk penyalahgunaan dana bansos. Petama, distribusi dana bansos rawan tidak tepat sasaran.

"Diberikan kepada orang yang tidak berhak atau tidak sesuai dengan peraturan dan sesuai latar belakang kenapa ada anggaran bansos," kata Almas.

Kedua, dana bansos rawan dikorupsi. Almas berkaca pada sejumlah kasus korupsi dana bansos yang ditangani lembaga penegak hukum. Salah satunya kasus korupsi dana bansos yang melibatkan mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

"Kemudian ketiga, dipolitisasi, nah dipolitisasi ini kita bisa lihat dari beberapa hal dilihat dari momentumnya, aktor-aktor yang terlibat dan dari anggaran," kata dia.

"Bicara soal bansos dalam konteks pemilu, undang-undang kita sudah jelas, UU Pemilu. Jangankan soal kebijakan dan anggaran, fasilitas negara saja dilarang digunakan untuk kampanye apalagi anggaran. Ini kan sangat dilarang," sambungnya.

Baca juga: Presiden: Dana Bansos PKH Naik 2 Kali Lipat Tahun Depan

Almas mengingatkan, pihak-pihak yang terkait dengan dana bansos tak boleh menyalahgunakan dana tersebut untuk kepentingan politik. Sebab, hal itu akan menimbulkan persaingan politik yang tidak sehat.

Selain itu dana bansos sudah sepatutnya benar-benar disalurkan secara merata kepada para penerima yang telah ditetapkan berdasarkan aturan. Dana bansos, kata Almas, harus ditujukan untuk mendongkrak kualitas kehidupan para penerimanya.

"Jadi jelas bahwa dilarang atau tidak boleh anggaran-anggaran negara termasuk di dalamnya bansos digunakan kepentingan politik apalagi kepentingan pemenangan," kata Almas.

Kompas TV Polda Jawa Barat menangkap 6 orang pejabat Kabupaten Tasikmalaya. Salah satu di antaraya sekretaris Daerah dan tiga orang pengusaha terkait kasus korupsi dana bantuan sosial atau bansos dengan total kerugian negara mencapai Rp 3 miliar. Ke-6 orang Aparatur Sipil Negara yang ditangkap oleh personel Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya berinisial A-K, Kepala Bagian Kesra Setda M-J, Sekretaris DPKAD A-R, Inspektorat D-S dan dua orang anggota staf. Sedangkan tiga tersangka lainnya berasal dari kalangan wiraswasta. Modusnya dana bantuan sosial Kabupaten Tasikmalaya tahun anggaran 2017 sebesar Rp 3,9 miliar dihibahkan kepada 21 yasasan atau lembaga kemasyarakatan. Namun nyatanya masing-masing hanya dicairkan 10 persen.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com