Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menanti Optimalisasi Perjanjian MLA Indonesia-Swiss

Kompas.com - 15/02/2019, 08:22 WIB
Dylan Aprialdo Rachman,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia melalui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly menandatangani perjanjian Mutual Legal Assistance (MLA) dengan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter.

Perjanjian ini terealiasi setelah melalui dua kali putaran perundingan, di Bali pada tahun 2015 dan di Bern, Swiss, pada tahun 2017.

"Perjanjian ini merupakan bagian dari upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya," ujar Yasonna melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (5/2/2019).

Baca juga: Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Disebut Bukti Keberanian Jokowi Perangi Kejahatan Pajak

Perjanjian yang terdiri dari 39 pasal ini antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan.

Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.

Perjanjian ditandatangani menganut prinsip retroaktif atau memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang telah dilakukan sebelum berlakunya perjanjian sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan.

Baca juga: KPK Apresiasi Perjanjian MLA Indonesia-Swiss

Namun demikian, masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia apabila perjanjian MLA tersebut ingin berjalan optimal.

Penegakan hukum berbasis pemulihan aset

Perjanjian MLA antara pemerintah Indonesia dengan negara lain dinilai tak akan berjalan maksimal jika tidak diikuti penguatan penegakan hukum yang memprioritaskan pemulihan aset (asset recovery).

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mengatakan, penegakan hukum yang mempriotaskan pemulihan aset oleh Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih lemah.

"Penegakan hukum yang tidak meletakkan prioritasnya pada asset recovery dalam konteks pemberantasan korupsi, itu pasti tidak akan pernah menimbulkan efek jera," kata Adnan dalam diskusi bertajuk 'Urgensi Mutual Legal Assistance antara Indonesia dan Swiss', di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (14/2/2019).

Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi Seri 11 di Jakarta, Senin (19/9/2016).Dimas Jarot Bayu Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo dalam Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi Seri 11 di Jakarta, Senin (19/9/2016).

Menurut dia, kualitas dan kuantitas penegakan hukum berbasis pemulihan aset bisa dilihat dari penanganan perkara.

Baca juga: Ada Perjanjian MLA, LPS Siap Buru Aset Eks Bank Century ke Swiss

Adnan mencontohkan data ICW tentang tren penanganan korupsi tahun 2018: 454 kasus korupsi ditangani oleh Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK.

"Apakah dalam penanganan perkara penegak hukum juga menjerat dengan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) atau gratifikasi, itu salah satu cara. Dari 450 kasus itu, hanya 7 kasus dijerat kejahatan TPPU, itu pun 1 Kejaksaan, 6 KPK, dan Kepolisian tidak melakukan itu," kata dia.

"Jadi kalau kita mengaitkan pada data ini, kita sendiri keropos di dalam. Yang di dalam negeri aja alih-alih untuk mengejar aset tidak dilakukan, apalagi mengejar ke luar negeri," sambung Adnan.

Selain itu, berdasarkan data ICW tentang tren vonis kasus korupsi, upaya mendorong strategi penegakan hukum berbasis pemulihan aset masih lemah.

Baca juga: Perjanjian MLA Indonesia-Swiss Terjalin, KPK Harap Peningkatan Kapasitas Penegak Hukum

Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com