JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Solo, Poppy Kusuma, mengklaim, pihaknya telah memperingatkan panitia tabligh akbar yang menghadirkan Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Slamet Ma'arif, sebagai penceramah supaya tak ada kampanye politik.
Namun, hal itu ternyata tak diindahkan. Akibatnya, kata Poppy, Slamet menjadi tersangka tindak pidana pemilu.
Ia diduga kampanye di luar jadwal dan melakukan penghinaan serta penghasutan dalam acara tabligh akbar yang digelar di Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (13/2/2019), itu.
"Bawaslu sebenarnya sudah melakukan pencegahan ke panitia melalui lisan bahwa tidak boleh ada kampanye ataupun orasi ditujukan kepada salah satu paslon pada saat tabligh akbar," kata Poppy saat dihubungi, Senin (11/2/2019).
Baca juga: Rabu, Ketum PA 212 Slamet Maarif Diperiksa di Polda Jateng
"Tapi ternyata memang pada saat tabligh akbar seperti kita ketahui, videonya sudah beredar seperti itu," ujarnya.
Poppy menerangkan, izin yang disampaikan panitia kala itu adalah untuk menggelar tabligh akbar, bukan kampanye.
Namun, orasi yang disampaikan Wakil Ketua Persaudaraan Alumni 212 itu dapat dikatakan sebagai bentuk kampanye karena ada ajakan untuk memilih pasangan capres-cawapres nomor urut 02.
Kampanye yang dilakukan Slamet itu tergolong sebagai metode kampanye rapat umum. Metode ini baru boleh dilakukan 21 hari jelang akhir masa kampanye, yaitu 24 Maret-13 April 2019.
Rapat umum adalah metode kampanye yang dilakukan di tempat terbuka dan bisa dihadiri massa yang terbatas.
"Kalau rapat umum itu, kan, identik dengan kampanye yang ada di luar ruangan, terbuka, dengan jumlah peserta yang banyak, dengan visi dan misi yang sama antara orator dan peserta," ujar Poppy.
Poppy menjelaskan, dalam acara tabligh akbar Slamet sempat menyampaikan seruan '2019 Ganti Presiden'. Seruan itu disambut oleh peserta.
"Waktu itu dari orator dan dari peserta mempunyai visi yang sama. Karena pada saat Pak Slamet Ma'arif menyampaikan ganti presiden, (dia bilang) '2019 apa?', dijawab (peserta) "Ganti presiden'. (Slamet berseru) 'Gantinya siapa?', dijawab (peserta) dengan sebutan Prabowo," katanya.
Slamet juga sempat menyampaikan supaya tak mencoblos gambar presiden dan kiai, tapi hendaknya mencoblos gambar di samping presiden dan kiai.
"Kalau ada gambar presiden, itu jangan diapa-apain karena nanti bisa kena pasal karena tidak boleh merusak gambar presiden. Dan kalau ada gambar kiai, itu jangan diapa-apain juga karena nanti akan kualat. Tetapi apabila lihat gambar sebelahnya, coblos dan colok," ujar Poppy menirukan orasi Slamet.
Baca juga: Timses Prabowo Akan Beri Bantuan Hukum bagi Ketum PA 212 Slamet Maarif
Atas pemeriksaan Bawaslu, Slamet dinyatakan memenuhi unsur dugaan pelanggaran. Selanjutnya, pemeriksaan dilimpahkan dari Bawaslu ke kepolisian.
Polresta Surakarta meningkatkan status Slamet dari saksi menjadi tersangka setelah Ketua Umum PA 212 itu melakukan serangkaian gelar perkara, Jumat (8/2/2019).
Slamet diduga melanggar Pasal 521 juncto Pasal 280 Ayat 1 huruf c, d, f, dan Pasal 492 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.